Perubahan global yang pesat menuntut negara-negara, termasuk Indonesia, untuk beradaptasi dan memodernisasi sektor pertahanannya. Namun, modernisasi bukan hanya soal teknologi atau anggaran, melainkan juga mencakup transformasi budaya organisasi di sektor pertahanan. Transformasi kultural di sektor ini menjadi elemen krusial untuk mendukung upaya mencapai swasembada nasional, yang mencakup kemampuan mandiri dalam produksi alutsista (alat utama sistem persenjataan), logistik, hingga pengembangan strategi pertahanan. Dengan membangun ketahanan yang didasarkan pada prinsip-prinsip kemandirian, Indonesia dapat menghadapi tantangan eksternal tanpa bergantung pada negara lain.
Membangun Budaya Ketahanan yang Mandiri
Transformasi kultural dalam sektor pertahanan berarti membentuk pola pikir dan sikap mental yang adaptif terhadap konsep swasembada nasional. Dalam hal ini, prinsip kemandirian harus diintegrasikan dalam setiap lapisan angkatan bersenjata dan industri pertahanan. Misalnya, Korea Selatan telah lama menerapkan kebijakan "self-reliant defense," yang menekankan produksi dalam negeri untuk kebutuhan pertahanan. Model ini berhasil mendorong industri pertahanan mereka menjadi salah satu yang terkuat di Asia, dan sebaliknya, mengurangi ketergantungan pada impor alutsista dari luar negeri.
Sebagai perbandingan, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam hal ketergantungan pada komponen atau peralatan militer asing. Misalnya, kendala yang sering muncul ketika kebutuhan suku cadang untuk alutsista bergantung pada negara lain. Hal ini memperlihatkan bahwa swasembada nasional tidak akan tercapai tanpa adanya perubahan mendasar dalam pola pikir di sektor pertahanan Indonesia. Melalui perubahan budaya yang menekankan pada nilai kemandirian, para pemangku kepentingan dapat mendorong inovasi dalam negeri dan mengembangkan kemampuan lokal dalam memenuhi kebutuhan militer.
Meningkatkan Sinergi antara Sektor Pertahanan dan Industri Lokal
Transformasi budaya pertahanan harus mencakup upaya untuk memperkuat sinergi dengan industri lokal. Dengan membangun hubungan yang saling menguntungkan antara sektor pertahanan dan industri nasional, Indonesia dapat menciptakan ekosistem mandiri yang solid. Kebijakan swasembada nasional bukan hanya soal membeli produk dalam negeri, tetapi juga soal memberdayakan industri lokal untuk ikut berinovasi dalam menciptakan teknologi pertahanan yang unggul.
Contoh nyata dari sinergi semacam ini dapat ditemukan pada negara-negara yang sukses dalam mencapai kemandirian pertahanan. India, misalnya, telah mendorong program "Make in India" yang bertujuan untuk memproduksi alutsista dalam negeri dan melibatkan perusahaan lokal dalam pengadaan pertahanan. Program ini bukan hanya membuka peluang kerja, tetapi juga meningkatkan kapasitas industri pertahanan India secara keseluruhan. Indonesia dapat mengambil pelajaran dari kebijakan ini dengan mendukung industri lokal melalui kemitraan strategis dan transfer teknologi.
Menciptakan Lingkungan Kolaboratif melalui Pendidikan dan Pelatihan
Salah satu aspek penting dari transformasi kultural dalam sektor pertahanan adalah pendidikan dan pelatihan yang berorientasi pada kemandirian. Ketergantungan pada teknologi atau pelatihan asing masih cukup signifikan di Indonesia. Untuk mengubah hal ini, penting bagi institusi militer dan pendidikan pertahanan untuk mengembangkan kurikulum yang berfokus pada keterampilan lokal dan inovasi.
Pada konteks ini, Jepang dapat menjadi contoh yang relevan. Jepang menekankan pendidikan dan pelatihan berbasis inovasi untuk menyiapkan personel militer yang memiliki kemampuan teknis dan inovatif. Selain itu, kolaborasi antara akademisi dan sektor militer di Jepang memungkinkan mereka untuk terus memperbarui kurikulum pendidikan militer sesuai dengan kebutuhan pertahanan nasional. Dengan mengadaptasi strategi serupa, Indonesia dapat memperkuat kemampuan pertahanan dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan pada pelatihan atau keahlian dari luar negeri.
Mengintegrasikan Inovasi Lokal dalam Kebijakan Pertahanan