Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Plus Minus Swasembada

31 Oktober 2024   09:55 Diperbarui: 31 Oktober 2024   09:56 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Swasembada atau kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bergantung pada pihak luar, telah menjadi topik sentral dalam diskusi pembangunan ekonomi global. Dalam konteks ekonomi yang semakin terintegrasi, swasembada menawarkan banyak kelebihan, namun juga membawa sejumlah tantangan. 

Negara-negara yang mengadopsi kebijakan swasembada berusaha mengurangi ketergantungan pada impor, memperkuat kemandirian dalam sektor vital seperti pangan dan energi, serta meningkatkan stabilitas ekonomi dalam jangka panjang. Akan tetapi, swasembada juga berisiko mengisolasi negara dari perdagangan internasional dan inovasi global, yang penting bagi perkembangan ekonomi modern.

Topik ini menjadi semakin penting di tengah perubahan iklim, fluktuasi harga komoditas, dan ketidakpastian geopolitik yang mengancam pasokan global. Negara-negara yang terlalu tergantung pada impor pangan dan energi akan menghadapi risiko besar ketika rantai pasokan terganggu, sementara negara yang mampu swasembada di sektor-sektor utama menunjukkan ketahanan lebih baik. 

Namun, untuk mencapai keseimbangan optimal, ada banyak hal yang harus dipertimbangkan terkait kebijakan swasembada. Berikut ini adalah analisis mendalam mengenai kelebihan dan kekurangan swasembada bagi negara, serta pelajaran yang dapat dipetik oleh Indonesia.

Keuntungan Swasembada: Membangun Kemandirian Ekonomi yang Tangguh

  1. Ketahanan Ekonomi di Tengah Krisis Global

Swasembada memberi negara kendali yang lebih besar atas ekonomi domestiknya, terutama di sektor-sektor kritis seperti pangan dan energi. Ketika terjadi krisis global, seperti pandemi COVID-19, negara-negara dengan swasembada tinggi cenderung lebih tangguh. Misalnya, negara-negara dengan produksi pangan dalam negeri yang kuat dapat menghindari kekurangan bahan pangan yang disebabkan oleh gangguan rantai pasokan internasional.

Swasembada juga mengurangi dampak negatif dari fluktuasi harga komoditas internasional. Ketika harga pangan atau energi melonjak di pasar global, negara swasembada tidak perlu khawatir dengan biaya impor yang lebih tinggi. Ketahanan ekonomi ini juga meningkatkan stabilitas sosial dan politik, karena masyarakat merasa lebih aman dengan pasokan kebutuhan pokok yang terjamin.

  1. Peningkatan Lapangan Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Lokal

Produksi dalam negeri yang kuat membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak, yang pada akhirnya menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Swasembada mendorong pengembangan sektor-sektor lokal dan meningkatkan kesempatan kerja di bidang-bidang yang mungkin kurang berkembang jika bergantung pada impor. Misalnya, upaya mencapai swasembada pangan dapat menghidupkan kembali sektor pertanian, meningkatkan pendapatan petani, dan mendukung perekonomian pedesaan.

Peningkatan lapangan kerja ini juga berdampak pada daya beli masyarakat, yang akan mendukung perekonomian lokal secara keseluruhan. Selain itu, industri-industri yang berkembang akibat swasembada dapat membangun rantai pasokan lokal yang lebih solid, sehingga memperkuat daya saing nasional.

  1. Pengurangan Ketergantungan pada Negara Lain

Swasembada mengurangi ketergantungan pada negara lain, yang sering kali dapat menyebabkan ketidakstabilan dalam jangka panjang. Negara-negara yang terlalu bergantung pada impor berisiko terkena tekanan dari negara pemasok, baik dari segi harga maupun ketersediaan barang. Ketika negara berupaya mencapai swasembada, mereka menjadi lebih independen dan tidak mudah dipengaruhi oleh kebijakan atau kepentingan negara lain.

Kekurangan Swasembada: Tantangan dalam Era Globalisasi

  1. Keterbatasan Inovasi dan Kompetisi

Kebijakan swasembada sering kali mengurangi interaksi dengan pasar internasional, yang justru menjadi sumber penting bagi inovasi dan pengetahuan baru. Negara yang tertutup dari persaingan global dapat kehilangan akses terhadap teknologi dan praktik terbaru yang diterapkan di negara lain. Persaingan internasional juga sering kali mendorong perusahaan-perusahaan lokal untuk berinovasi, meningkatkan kualitas produk, dan menurunkan biaya.

Sebagai contoh, negara yang menutup pasar dalam negeri demi mendukung swasembada pangan mungkin akan melewatkan peluang untuk belajar dari teknik pertanian canggih yang berkembang di negara lain. Padahal, dalam ekonomi modern, inovasi sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan jangka panjang.

  1. Biaya Produksi yang Lebih Tinggi

Produksi dalam negeri tidak selalu lebih efisien atau lebih murah daripada impor. Negara-negara yang mendorong swasembada di sektor-sektor tertentu sering kali harus menghadapi biaya produksi yang lebih tinggi karena keterbatasan sumber daya atau teknologi. Misalnya, swasembada pangan di negara yang memiliki iklim dan lahan kurang mendukung mungkin memerlukan subsidi pemerintah untuk menjaga keberlanjutannya.

Subsidi ini, meskipun penting untuk mendukung kemandirian, sering kali membebani anggaran negara. Dalam jangka panjang, biaya ini bisa jadi memberatkan jika swasembada dipaksakan tanpa mempertimbangkan kemampuan domestik untuk bersaing secara efisien. Untuk Indonesia, penting untuk memprioritaskan sektor-sektor yang memiliki potensi alami dalam mencapai swasembada, seperti pertanian tropis atau energi panas bumi, yang secara alami tersedia di dalam negeri.

  1. Risiko Overproteksi dan Kebijakan Ekonomi yang Distorsi

Ketika kebijakan swasembada diterapkan secara berlebihan, risiko overproteksi terhadap industri lokal menjadi sangat besar. Hal ini sering kali menghasilkan kebijakan ekonomi yang distorsi, di mana perusahaan lokal dilindungi dari persaingan sehingga kurang termotivasi untuk berinovasi dan efisien. Proteksi yang berlebihan bisa menimbulkan korupsi dan inefisiensi, karena sektor-sektor yang tidak kompetitif terus didukung tanpa dorongan untuk meningkatkan kinerja.

Proteksi pasar yang tinggi juga dapat merugikan konsumen. Dengan berkurangnya pilihan produk impor, masyarakat harus membayar harga yang lebih tinggi untuk produk lokal yang mungkin kualitasnya belum setara. Selain itu, ekonomi yang terlalu tertutup berisiko kehilangan akses terhadap investasi asing dan peluang kerja sama internasional yang sebenarnya dapat meningkatkan daya saing ekonomi.

Pelajaran yang Dapat Diambil oleh Indonesia

Indonesia, dengan beragam kekayaan sumber daya alamnya, memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada di berbagai sektor, terutama pangan dan energi terbarukan. Namun, kebijakan swasembada harus direncanakan secara cermat agar tidak mengorbankan efisiensi dan daya saing nasional.

  1. Pentingnya Diversifikasi Energi dan Pangan

Ketergantungan pada satu sumber energi atau komoditas pangan dapat meningkatkan risiko jika terjadi krisis. Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan panas bumi, yang tidak hanya mendukung swasembada tetapi juga keberlanjutan lingkungan. Diversifikasi ini penting untuk mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil dan menjaga kestabilan pasokan energi nasional.

  1. Keseimbangan Antara Proteksi dan Kompetisi

Kebijakan swasembada di Indonesia sebaiknya tetap membuka ruang bagi kompetisi yang sehat dengan pasar internasional. Proteksi sektor domestik harus dibatasi agar tidak menciptakan pasar yang tertutup dan inefisien. Kebijakan yang mendukung kolaborasi dengan negara lain, seperti transfer teknologi dan peningkatan kapasitas, akan sangat membantu meningkatkan produktivitas dan daya saing.

  1. Investasi dalam Riset dan Pengembangan Teknologi

Swasembada akan lebih efektif jika didukung oleh riset dan pengembangan teknologi. Dengan investasi dalam inovasi, Indonesia dapat mencapai kemandirian tanpa harus mengorbankan kualitas atau biaya produksi. Riset di bidang teknologi pangan dan energi, misalnya, dapat membantu negara untuk memproduksi lebih efisien dan kompetitif.

Mencapai Keseimbangan Swasembada yang Berkelanjutan

Swasembada, dengan segala manfaat dan tantangannya, tetap relevan sebagai salah satu strategi untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Bagi Indonesia, tantangan utama adalah bagaimana mencapai kemandirian tanpa kehilangan akses ke inovasi dan pasar global. 

Kebijakan swasembada yang berhasil adalah kebijakan yang mampu menciptakan ekonomi yang tangguh dan berdaya saing, dengan memanfaatkan keunggulan sumber daya yang dimiliki serta beradaptasi dengan perkembangan global.

Pada akhirnya, swasembada bukanlah tujuan akhir, melainkan alat untuk membangun ekonomi yang lebih stabil, berkelanjutan, dan inklusif. Indonesia memiliki peluang besar untuk belajar dari pengalaman negara-negara lain dalam mengelola swasembada dengan bijak, dan dengan demikian, memperkuat posisinya di panggung ekonomi global.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun