Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) Indonesia, sejak penggabungannya pada 2019, telah menjadi simbol upaya pemerintah untuk mendorong dua sektor yang dinilai memiliki potensi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Pariwisata dan ekonomi kreatif, dua sektor dengan dinamika dan tantangan tersendiri, disatukan dalam sebuah lembaga yang diharapkan dapat menyinergikan kekuatan keduanya. Namun, penggabungan ini menimbulkan perdebatan mengenai efektivitasnya dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi. Apakah penggabungan dua sektor ini mampu memberikan nilai tambah? Ataukah pemisahan kedua kementerian ini justru lebih ideal dalam menciptakan pertumbuhan yang lebih terarah? Disini Kita akan menganalisis dampak penggabungan atau pemisahan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dari perspektif ekonomi industri dan organisasi industri.
I. Latar Belakang Ekonomi Industri dan Organisasi Industri
Dari perspektif ekonomi industri, hubungan antara sektor pariwisata dan ekonomi kreatif tidak dapat diabaikan. Keduanya memiliki keterkaitan kuat dalam menciptakan produk-produk yang saling melengkapi. Industri pariwisata membutuhkan konten kreatif untuk menarik wisatawan, sementara ekonomi kreatif, seperti seni, film, dan kuliner, mendapat eksposur dari pariwisata sebagai saluran distribusi dan promosi yang efektif.
Namun, meskipun sinergi ini terlihat jelas, kedua sektor ini beroperasi dengan struktur industri dan tantangan pasar yang berbeda. Pariwisata merupakan industri padat modal dengan investasi besar di infrastruktur, seperti hotel, bandara, dan fasilitas pendukung lainnya. Sementara itu, ekonomi kreatif adalah sektor yang lebih padat karya dan bergantung pada inovasi serta bakat individu. Perbedaan ini menimbulkan pertanyaan apakah penggabungan dalam satu kementerian dapat memaksimalkan potensi kedua sektor tersebut, atau justru membatasi ruang gerak masing-masing.
II. Alasan Penggabungan: Efisiensi atau Kompleksitas?
Penggabungan Kemenparekraf dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan menciptakan sinergi antara kedua sektor. Ada beberapa argumen yang mendukung penggabungan ini:
- Optimalisasi Sumber Daya dan Koordinasi
Penggabungan memungkinkan pengelolaan sumber daya yang lebih efisien. Misalnya, dalam promosi destinasi wisata, Kemenparekraf dapat memanfaatkan konten-konten kreatif dari sektor ekonomi kreatif untuk menarik minat wisatawan. Dengan satu otoritas yang mengelola kedua sektor, pemerintah dapat memastikan bahwa promosi wisata tidak hanya berfokus pada keindahan alam tetapi juga pada produk kreatif lokal, seperti film, seni, atau kuliner. - Peningkatan Daya Saing Internasional
Di era globalisasi, pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia harus bersaing dengan negara-negara lain. Dengan penggabungan ini, strategi pemasaran yang terintegrasi antara destinasi wisata dan produk kreatif lokal dapat meningkatkan daya saing Indonesia di pasar internasional. Seperti yang kita lihat pada negara-negara maju, seperti Korea Selatan, yang berhasil memadukan pariwisata dengan industri hiburan dan kreatif mereka.
Namun, ada pula tantangan yang muncul dari penggabungan ini. Struktur birokrasi yang lebih besar dan kompleks dapat menyebabkan lambannya proses pengambilan keputusan. Dengan fokus yang terbagi antara pariwisata dan ekonomi kreatif, ada risiko bahwa perhatian terhadap salah satu sektor bisa berkurang. Misalnya, dalam situasi krisis seperti pandemi COVID-19, di mana sektor pariwisata mengalami pukulan telak, sektor ekonomi kreatif dapat kehilangan dukungan yang lebih signifikan karena perhatian terpusat pada pemulihan pariwisata.
III. Pemisahan Kementerian: Fokus Spesifik untuk Pertumbuhan Optimal
Sementara penggabungan Kemenparekraf bertujuan untuk sinergi, ada argumen kuat yang mendukung pemisahan kementerian ini, terutama dari perspektif organisasi industri. Sektor pariwisata dan ekonomi kreatif memiliki karakteristik industri yang berbeda, dan pengelolaan yang terpisah bisa memberikan perhatian yang lebih terfokus pada kebutuhan masing-masing sektor.
- Keberhasilan Kasus Negara Lain
Beberapa negara yang memiliki sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang maju, seperti Australia dan Jepang, memilih memisahkan kedua kementerian ini. Pemisahan kementerian memungkinkan pemerintah untuk membuat kebijakan yang lebih spesifik dan terarah sesuai dengan kebutuhan sektor tersebut. Dalam hal ini, pariwisata dapat lebih fokus pada pemulihan dan pengembangan infrastruktur, sementara ekonomi kreatif dapat lebih leluasa dalam mendorong inovasi dan pertumbuhan karya kreatif. - Peluang Inovasi di Ekonomi Kreatif
Ekonomi kreatif adalah sektor yang sangat bergantung pada inovasi dan perkembangan teknologi. Pemisahan kementerian dapat memberikan kesempatan bagi sektor ini untuk lebih fokus dalam mengembangkan ekosistem yang mendukung kreativitas, mulai dari pendidikan hingga akses ke pembiayaan dan pasar. Tanpa terikat oleh sektor pariwisata, kementerian ekonomi kreatif dapat lebih fleksibel dalam menciptakan kebijakan yang mendukung ekosistem startup kreatif dan pelaku industri kreatif yang lebih mandiri. - Fokus Pemulihan Pariwisata Pasca-Pandemi
Di sisi lain, sektor pariwisata membutuhkan perhatian khusus dalam upaya pemulihan setelah pandemi. Dengan pemisahan kementerian, pemerintah dapat lebih fokus dalam merancang kebijakan-kebijakan yang mendukung pemulihan pariwisata, seperti insentif pajak, pengembangan destinasi wisata baru, serta peningkatan standar kesehatan dan keselamatan.
IV. Dampak Pemisahan atau Penggabungan: Perspektif Ekonomi Industri
Dari perspektif ekonomi industri, pemisahan atau penggabungan Kemenparekraf harus dilihat melalui analisis biaya dan manfaat. Penggabungan dapat mengurangi biaya administrasi dan menciptakan sinergi, tetapi juga meningkatkan risiko inefisiensi karena struktur yang lebih kompleks. Sementara pemisahan dapat meningkatkan fokus dan inovasi di masing-masing sektor, tetapi juga membutuhkan lebih banyak sumber daya untuk mengelola dua kementerian yang berbeda.