Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Haruskah Menunggu

12 Oktober 2024   20:15 Diperbarui: 12 Oktober 2024   20:23 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di sudut stasiun yang bisu,
terdengar gemericik hujan pertama,
menyapa lantai dingin berbalut debu,
mengguratkan jejak kenangan yang lama terpendam.

Perempuan itu berdiri diam,
dalam sepi yang mengalir deras,
menghadap rel-rel panjang yang tak berujung,
seakan menggambar garis nasib yang entah di mana berpangkal.

Tatapannya mengiris jarak,
menerobos kabut waktu yang samar,
mencari sosok yang dijanjikan datang,
namun entah mengapa tak pernah pulang.

Kereta-kereta berlalu,
mengusung cerita orang-orang yang bersua,
namun baginya, yang dinanti seperti hilang,
terbawa angin, atau mungkin tenggelam dalam derasnya arus waktu.

Ada rindu yang bertumpuk di dadanya,
seperti gunung es yang terbenam di samudra,
tak pernah mencair, tak pernah pecah,
hanya membeku dalam kesunyian yang tak bertepi.

Di tengah keramaian yang seolah-olah tak peduli,
ia adalah satu-satunya yang tak beranjak,
karena baginya, penantian adalah sebuah janji,
yang dipegang erat meski tak ada kepastian di ujung hari.

Adakah yang lebih sunyi dari menunggu?
Saat detik-detik berdentang tanpa irama,
saat angin membelai tanpa pesan,
dan langit pun kian kelam, tanpa isyarat.

Ia bertanya pada dirinya sendiri,
apakah kekasih yang dinanti merasakan hal yang sama?
Ataukah janji itu telah luluh di sela waktu,
di antara keramaian yang mungkin melupakannya?

Namun ia tak beranjak,
karena harapan itu, meski rapuh,
tetap hidup, bernafas dalam diam.
Di tiap helaan nafas, ia menemukan kekuatan baru,
meski dunia seakan menertawakan.

Setiap kereta yang datang membawa gemuruh,
membuat jantungnya berdegup sesaat,
namun saat pintu-pintu itu terbuka,
tak ada sosok yang diimpikan,
tak ada wajah yang ia tunggu,
hanya bayang-bayang yang kian pudar.

Malam datang membawa selimut gelap,
dan perempuan itu masih di sana,
dalam penantian yang entah kapan akan berakhir.
Ada cinta yang diam-diam tumbuh dalam sepi,
sebuah keyakinan yang tak lekang meski digerus waktu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun