Era digital telah membawa perubahan signifikan dalam industri keuangan global, salah satunya adalah konsep open banking, yang kini menjadi salah satu inovasi terbesar dalam cara bank berinteraksi dengan nasabah dan pihak ketiga. Di balik keunggulan kompetitif yang ditawarkan open banking seperti inovasi layanan dan peningkatan akses keuangan, terdapat fondasi penting yang mendukung kesuksesan implementasinya: infrastruktur teknologi yang mumpuni. Tanpa kesiapan teknologi yang memadai, open banking berpotensi menghadapi berbagai kendala, mulai dari keamanan data hingga kelancaran operasional.
Pada dasarnya, open banking melibatkan pertukaran data nasabah yang diizinkan dengan pihak ketiga melalui Application Programming Interface (API). Agar sistem ini berjalan lancar dan aman, bank dan penyedia layanan keuangan harus memastikan bahwa infrastruktur teknologi yang mendasarinya dapat mengatasi tantangan yang ada, termasuk dalam hal keamanan, kecepatan, serta interoperabilitas sistem.
Komponen Utama Infrastruktur Teknologi untuk Open Banking
- Application Programming Interface (API)
API adalah jantung dari open banking. API memungkinkan bank untuk membuka akses terhadap data nasabah, yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga seperti perusahaan fintech. Kesiapan API yang baik sangat menentukan keberhasilan open banking, karena API harus dapat bekerja dengan berbagai sistem dan platform tanpa mengorbankan keamanan dan integritas data.
Salah satu tantangan dalam pengembangan API adalah memastikan API dapat diakses oleh berbagai penyedia layanan dengan standar yang sama. Standar API yang jelas dan konsisten diperlukan agar bank dan pihak ketiga dapat berinteraksi secara mulus. Di beberapa negara seperti Inggris, standar API yang dipatuhi oleh seluruh bank telah ditetapkan oleh regulator, namun di banyak negara berkembang, inisiatif seperti ini masih dalam tahap awal.
- Keamanan Data dan Perlindungan Privasi
Salah satu aspek paling kritis dalam open banking adalah keamanan data nasabah. Data yang sebelumnya bersifat tertutup kini harus dibuka untuk pihak ketiga, yang menimbulkan risiko kebocoran atau penyalahgunaan data. Oleh karena itu, teknologi yang digunakan dalam open banking harus mampu menjamin keamanan di setiap tahap, mulai dari proses pengambilan izin nasabah hingga pertukaran data antara sistem.
Penggunaan teknologi enkripsi tingkat tinggi, pengelolaan kunci kriptografi, serta otentikasi multi-faktor adalah beberapa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan. Selain itu, sistem open banking harus dirancang agar sesuai dengan regulasi perlindungan data seperti General Data Protection Regulation (GDPR) di Eropa, atau kebijakan-kebijakan serupa di berbagai negara. Regulasi ini mengharuskan bank untuk mendapatkan persetujuan eksplisit dari nasabah sebelum data mereka dapat diakses oleh pihak ketiga.
- Cloud Computing dan Infrastruktur Skala Besar
Untuk mendukung skala dan kecepatan yang diperlukan dalam open banking, banyak bank mulai beralih ke solusi komputasi awan (cloud computing). Dengan teknologi cloud, bank dapat menyimpan dan mengelola data dalam jumlah besar secara efisien, serta mendistribusikan akses kepada pihak ketiga dengan cepat.
Selain efisiensi, cloud computing juga menawarkan fleksibilitas yang tinggi, di mana bank dapat menyesuaikan kapasitas penyimpanan dan komputasi sesuai kebutuhan. Namun, perpindahan data nasabah ke cloud juga membawa tantangan baru terkait keamanan dan kepatuhan terhadap regulasi, di mana bank harus memastikan bahwa data tersebut tetap aman dan terlindungi dari serangan siber.
- Interoperabilitas Sistem dan Jaringan
Kesiapan infrastruktur teknologi juga sangat bergantung pada kemampuan sistem yang ada untuk beroperasi secara interoperabilitas dengan berbagai platform. Dalam konteks open banking, interoperabilitas ini berarti bahwa data nasabah yang disimpan oleh berbagai institusi keuangan harus dapat diakses dan diproses oleh berbagai aplikasi dan layanan yang dibangun oleh pihak ketiga, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.
Salah satu tantangan terbesar dalam mewujudkan interoperabilitas adalah perbedaan standar teknologi dan peraturan di berbagai negara. Untuk memastikan open banking dapat berjalan di skala global, kolaborasi antara regulator, bank, dan penyedia layanan teknologi sangat penting. Adopsi standar global, seperti ISO 20022 untuk pertukaran data finansial, dapat membantu mengurangi fragmentasi sistem dan mempercepat adopsi open banking secara luas.
- Konektivitas yang Cepat dan Stabil
Konektivitas yang cepat dan stabil adalah syarat mutlak bagi kelancaran operasional open banking. Akses internet yang lambat atau tidak stabil dapat menghambat proses pertukaran data antara bank dan pihak ketiga, serta merusak pengalaman nasabah. Oleh karena itu, kesiapan infrastruktur jaringan, baik di tingkat nasional maupun global, sangat penting.
Di negara-negara dengan infrastruktur internet yang masih tertinggal, tantangan ini menjadi salah satu hambatan utama dalam mengimplementasikan open banking. Oleh sebab itu, upaya pemerintah dan penyedia layanan telekomunikasi dalam meningkatkan kualitas jaringan internet, khususnya di daerah-daerah terpencil, menjadi salah satu langkah strategis untuk mendukung suksesnya open banking.
Peran Regulasi dan Standarisasi dalam Mendukung Kesiapan Teknologi
Tidak bisa dipungkiri bahwa keberhasilan open banking tidak hanya bergantung pada kesiapan teknologi semata, tetapi juga pada regulasi yang mendukung dan mendorong implementasinya. Di beberapa negara maju, regulasi telah mengatur standar-standar teknologi yang harus dipenuhi oleh bank dan penyedia layanan pihak ketiga dalam konteks open banking. Salah satu contoh regulasi yang sukses mendorong adopsi open banking adalah Payment Services Directive 2 (PSD2) di Eropa.
Namun, di Indonesia dan banyak negara berkembang lainnya, regulasi terkait open banking masih dalam tahap awal. Meskipun Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mulai memperhatikan perkembangan teknologi di sektor keuangan, langkah-langkah yang lebih spesifik dalam mengatur standar API, keamanan data, dan kolaborasi dengan pihak ketiga masih perlu diperkuat.