Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id- www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dampak Gig Economy terhadap Struktur Pasar dan Persaingan dalam Industri Jasa: Kasus Negara Maju, ASEAN dan Indonesia

29 September 2024   17:11 Diperbarui: 29 September 2024   17:31 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Perkembangan teknologi dalam beberapa dekade terakhir telah mengubah banyak aspek kehidupan, termasuk cara kita bekerja. Salah satu perubahan signifikan yang terjadi adalah munculnya gig economy, suatu sistem ekonomi di mana pekerjaan sementara dan fleksibel semakin mendominasi pasar kerja. Berkat platform digital seperti U***, G***, G***, dan A***, gig economy telah tumbuh pesat, terutama dalam industri jasa. Namun, seiring berkembangnya model ini, pertanyaan besar muncul: Bagaimana gig economy mengubah struktur pasar dan persaingan dalam industri jasa?

Transformasi Struktur Pasar dalam Industri Jasa

Secara tradisional, industri jasa diisi oleh perusahaan-perusahaan yang menawarkan pekerjaan penuh waktu dengan struktur hierarki yang jelas. Pekerjaan dalam industri ini, seperti transportasi, perhotelan, dan layanan makanan, cenderung memiliki model bisnis yang terpusat pada hubungan kerja jangka panjang antara pemberi kerja dan karyawan. Namun, gig economy telah memecah tatanan ini, menggantikan model kerja tetap dengan pekerja kontrak atau freelance yang direkrut melalui platform digital.

Sebagai contoh, U*** dan G*** menggeser industri transportasi tradisional dengan memanfaatkan tenaga kerja fleksibel, menghubungkan penumpang langsung dengan pengemudi melalui aplikasi. Ini bukan sekadar perubahan cara bekerja; ini adalah transformasi mendasar dalam cara industri transportasi beroperasi. Model ini membuat perusahaan-perusahaan platform digital tidak lagi perlu memiliki aset fisik (seperti armada kendaraan) atau mempekerjakan karyawan tetap, melainkan hanya bertindak sebagai penghubung antara pengguna jasa dan penyedia jasa. Struktur pasar yang sebelumnya oligopolistik dengan sedikit pemain besar kini menjadi lebih terdesentralisasi.

Perubahan Dinamika Persaingan

Gig economy juga membawa perubahan pada dinamika persaingan di industri jasa. Di masa lalu, perusahaan besar yang memiliki kontrol atas sumber daya dan tenaga kerja memiliki keunggulan kompetitif. Namun, platform gig economy memungkinkan individu untuk berpartisipasi langsung sebagai penyedia jasa, yang mengakibatkan peningkatan jumlah pelaku usaha dalam pasar yang sama.

Sebagai contoh, A*** membuka peluang bagi individu untuk menyewakan kamar atau properti mereka kepada wisatawan, yang secara langsung bersaing dengan hotel tradisional. Akibatnya, hambatan masuk ke pasar yang sebelumnya cukup tinggi (karena memerlukan investasi besar) kini menurun drastis. Siapapun yang memiliki sumber daya (seperti mobil atau rumah) dapat berpartisipasi dalam pasar. Kondisi ini menciptakan persaingan yang lebih intens, tidak hanya di antara pemain besar, tetapi juga dengan individu atau usaha kecil yang memiliki daya tawar yang berbeda.

Namun, meskipun persaingan menjadi lebih terbuka, konsekuensi jangka panjangnya adalah munculnya konsolidasi kekuatan di tangan beberapa platform digital besar. Misalnya, meski Uber memecah struktur transportasi tradisional, ia juga memonopoli sebagian besar pasar ride-hailing di berbagai negara. Hal ini memunculkan fenomena baru: monopoli platform, di mana meski banyak penyedia jasa, platform yang menjadi perantara mereka mendominasi pasar.

Dampak terhadap Pekerja dan Kualitas Layanan

Di sisi lain, dinamika baru ini juga memengaruhi kondisi tenaga kerja dalam industri jasa. Gig workers, yang bekerja tanpa kontrak jangka panjang dan sering kali tanpa jaminan sosial, berada dalam posisi yang lebih rentan dibandingkan dengan pekerja tradisional. Mereka dihadapkan pada ketidakpastian pendapatan dan kurangnya perlindungan hukum yang memadai. Dalam konteks ini, meskipun gig economy menciptakan lapangan kerja baru dan memberi fleksibilitas lebih besar, kualitas pekerjaan yang ditawarkan seringkali lebih rendah dibandingkan dengan pekerjaan penuh waktu tradisional.

Selain itu, kualitas layanan yang dihasilkan dalam gig economy sering kali bergantung pada mekanisme reputasi, seperti penilaian bintang atau ulasan pengguna. Sementara sistem ini bisa mendorong peningkatan kualitas, ia juga bisa menciptakan insentif untuk perilaku yang tidak etis atau manipulatif. Penyedia jasa yang kurang berpengalaman atau tidak berkualitas mungkin sulit untuk bertahan di pasar yang sangat kompetitif, namun di sisi lain, tanpa regulasi yang jelas, konsumen juga bisa rentan terhadap penyedia jasa yang tidak terstandarisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun