Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pertumbuhan Ekonomi Inklusif: Upah Minimum (73)

18 Februari 2024   10:05 Diperbarui: 18 Februari 2024   10:10 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kebijakan upah minimum yang layak adalah salah satu instrumen kunci dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi inklusif. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif mengacu pada pertumbuhan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat, termasuk yang berada di tingkat sosial dan ekonomi yang rendah. Upah minimum yang layak bertujuan untuk memberikan penghasilan yang memadai bagi pekerja agar mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan, tempat tinggal, dan pendidikan. Di samping itu, kebijakan upah minimum yang layak juga dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa argumen mengapa kebijakan upah minimum yang layak penting untuk pertumbuhan ekonomi inklusif:

  1. Peningkatan daya beli: Dengan menetapkan upah minimum yang layak, para pekerja akan memiliki daya beli yang lebih besar. Hal ini akan mendorong konsumsi domestik, yang merupakan salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi. Ketika masyarakat memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan, hal ini akan mendorong permintaan akan barang dan jasa, meningkatkan produksi dan penyerapan tenaga kerja.
  2. Mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi: Upah minimum yang layak dapat membantu mengurangi kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin. Dengan memberikan penghasilan yang lebih adil kepada pekerja, kebijakan ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi bagi kelompok yang kurang mampu. Ketika kesenjangan sosial dan ekonomi berkurang, hal ini dapat menciptakan stabilitas sosial yang mendukung lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
  3. Meningkatkan produktivitas dan kualitas tenaga kerja: Ketika pekerja diberi penghasilan yang lebih baik, mereka cenderung lebih termotivasi dan berkomitmen untuk meningkatkan produktivitas mereka. Upah minimum yang layak juga dapat membantu mengurangi rotasi pekerja dan meningkatkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dapat mengalami peningkatan dalam efisiensi dan kualitas produk atau layanan mereka, yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar.
  4. Mendorong inovasi dan investasi dalam sumber daya manusia: Dengan memastikan bahwa pekerja mendapatkan upah yang layak, kebijakan ini dapat mendorong investasi dalam pendidikan dan pelatihan. Pekerja yang memiliki penghasilan yang cukup cenderung lebih mampu untuk mengakses pendidikan dan pelatihan tambahan yang diperlukan untuk meningkatkan keterampilan mereka. Ini dapat menciptakan tenaga kerja yang lebih terampil dan inovatif, yang pada gilirannya dapat meningkatkan daya saing dan pertumbuhan ekonomi jangka panjang.

Meskipun kebijakan upah minimum yang layak memiliki banyak manfaat, penting untuk diingat bahwa implementasinya juga harus mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk kondisi ekonomi, struktur industri, dan tingkat inflasi. Selain itu, keseimbangan antara memberikan perlindungan kepada pekerja dan menjaga daya saing perusahaan juga harus dipertimbangkan secara seksama. Dengan demikian, kebijakan upah minimum yang layak harus dirancang dan diterapkan dengan hati-hati agar dapat mencapai tujuan pertumbuhan ekonomi inklusif yang diinginkan.

Ada beberapa negara yang sukses dengan jurus ini. Salah satu contoh negara yang berhasil menerapkan kebijakan upah minimum yang layak untuk pertumbuhan ekonomi inklusif adalah Jerman. Jerman dikenal memiliki salah satu sistem upah minimum yang paling efektif di dunia, yang telah membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan inklusif.

Berikut adalah beberapa faktor yang menjadikan Jerman sebagai contoh sukses dalam menerapkan kebijakan upah minimum yang layak:

  1. Upah Minimum yang Kompetitif: Jerman memiliki upah minimum yang cukup tinggi dibandingkan dengan banyak negara lain di Eropa. Upah minimum ini memungkinkan pekerja untuk hidup dengan layak dan memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti perumahan, makanan, dan pendidikan.
  2. Sistem Negosiasi Kolektif yang Kuat: Di Jerman, kebijakan upah minimum sering kali ditetapkan melalui negosiasi antara serikat pekerja dan majikan. Sistem negosiasi kolektif ini memastikan bahwa kebutuhan dan kepentingan semua pihak dipertimbangkan secara adil, sehingga menciptakan stabilitas ekonomi jangka panjang.
  3. Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan: Meskipun memiliki upah minimum yang relatif tinggi, Jerman tetap berhasil mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kuat. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan upah minimum yang layak tidak selalu menghambat pertumbuhan ekonomi, tetapi bahkan dapat mendukungnya dengan menciptakan pasar dalam negeri yang kuat.
  4. Peningkatan Daya Beli: Upah minimum yang layak membantu meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya dapat mendukung pertumbuhan ekonomi. Ketika individu memiliki lebih banyak uang untuk dibelanjakan, hal ini mendorong aktivitas konsumsi, yang merupakan salah satu motor penting dari pertumbuhan ekonomi.
  5. Pengurangan Ketimpangan Sosial: Kebijakan upah minimum yang layak membantu mengurangi kesenjangan pendapatan dan ketimpangan sosial, karena memastikan bahwa semua pekerja menerima kompensasi yang adil untuk kontribusi mereka terhadap ekonomi. Hal ini menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan merata.

Melalui kombinasi dari faktor-faktor tersebut, Jerman telah berhasil menciptakan sistem upah minimum yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif. Keberhasilan ini menunjukkan bahwa kebijakan upah minimum yang layak dapat menjadi instrumen penting dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan merata bagi semua lapisan masyarakat.

Yang mengejutkan adalah bahwa ada negara besar yang justru belum berhasil dengan cara ini. Salah satu contoh negara yang dianggap gagal dalam menerapkan kebijakan upah minimum yang layak untuk pertumbuhan ekonomi inklusif adalah Amerika Serikat.

Berikut adalah beberapa alasan mengapa AS sering dianggap gagal dalam hal ini:

  1. Upah Minimum yang Rendah: Upah minimum federal di Amerika Serikat sering kali dianggap rendah dibandingkan dengan standar biaya hidup di banyak daerah, terutama di kota-kota besar. Hal ini menyebabkan banyak pekerja, terutama mereka yang bekerja di sektor-sektor dengan upah rendah seperti jasa dan ritel, kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti perumahan, makanan, dan perawatan kesehatan.
  2. Kesenjangan Pendapatan yang Meningkat: Meskipun pertumbuhan ekonomi yang kuat, Amerika Serikat mengalami peningkatan kesenjangan pendapatan yang signifikan selama beberapa dekade terakhir. Upah minimum yang rendah telah menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi pada ketimpangan ini, dengan pekerja yang upahnya tidak mengikuti pertumbuhan ekonomi yang dinikmati oleh mereka yang berada di puncak piramida pendapatan.
  3. Ketidaksetaraan Akses ke Kesempatan: Upah minimum yang rendah juga dapat memperburuk ketidaksetaraan akses ke kesempatan, terutama bagi kelompok-kelompok rentan seperti minoritas rasial dan etnis, serta pekerja dengan tingkat pendidikan rendah. Ini dapat menciptakan lingkungan di mana mobilitas sosial terbatas, karena sulit bagi individu untuk keluar dari lingkaran kemiskinan tanpa upah yang layak.
  4. Penurunan Kesejahteraan Pekerja: Upah minimum yang tidak mencukupi dapat menyebabkan penurunan kesejahteraan pekerja, termasuk masalah seperti stres keuangan, kesulitan untuk mengakses perawatan kesehatan, dan kesulitan untuk menyediakan kebutuhan dasar bagi keluarga mereka. Hal ini dapat berdampak negatif pada produktivitas dan kesejahteraan ekonomi secara keseluruhan.
  5. Ketergantungan pada Sistem Perlindungan Sosial: Karena upah minimum yang rendah, banyak pekerja di Amerika Serikat mengandalkan sistem perlindungan sosial, seperti tunjangan makanan dan perumahan, untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Hal ini menempatkan beban besar pada anggaran pemerintah dan sering kali tidak memecahkan akar masalah ketidaksetaraan ekonomi.

Dengan demikian, Amerika Serikat sering dianggap sebagai contoh negara yang gagal dalam menerapkan kebijakan upah minimum yang layak untuk mencapai pertumbuhan ekonomi inklusif. Meskipun ada upaya untuk meningkatkan upah minimum di beberapa negara bagian dan kota-kota besar, tantangan yang masih dihadapi dalam menciptakan sistem upah yang adil dan inklusif tetap menjadi perhatian utama.

Wah...wah...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun