Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Pertumbuhan Ekonomi Inklusif: Tingkat Kelahiran (42)

15 Februari 2024   19:05 Diperbarui: 15 Februari 2024   19:09 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb


Penurunan tingkat kelahiran dan pertumbuhan ekonomi inklusif memiliki hubungan yang kompleks dan bisa saling memengaruhi. Di bawah ini beberapa cara di mana kedua hal ini dapat berkaitan:

  1. Akses Pendidikan: Ketika masyarakat memiliki akses yang lebih baik ke pendidikan, terutama bagi perempuan, tingkat kelahiran cenderung menurun. Pendidikan yang lebih tinggi sering kali memungkinkan individu untuk mengakses informasi tentang perencanaan keluarga dan menyediakan kesempatan kerja yang lebih baik, yang pada gilirannya dapat mengurangi motivasi untuk memiliki banyak anak. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi yang inklusif dapat memberikan dukungan finansial bagi individu untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
  2. Akses Kesehatan Reproduksi: Ketika kesehatan reproduksi ditingkatkan dan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi meningkat, seperti akses terhadap kontrasepsi yang terjangkau dan layanan kesehatan ibu dan anak yang berkualitas, tingkat kelahiran cenderung menurun. Pertumbuhan ekonomi yang inklusif dapat membantu meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan ini.
  3. Kondisi Ekonomi Keluarga: Dalam masyarakat di mana kondisi ekonomi keluarga buruk, orang mungkin cenderung memiliki lebih banyak anak sebagai bentuk jaminan sosial dan bantuan di masa tua. Namun, ketika pertumbuhan ekonomi inklusif terjadi dan masyarakat merasakan peningkatan kesejahteraan, orang mungkin cenderung memiliki jumlah anak yang lebih sedikit, karena mereka merasa lebih yakin dengan keamanan finansial mereka di masa depan.
  4. Kebijakan Publik: Kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi inklusif sering kali juga memiliki dampak positif pada pengendalian kelahiran. Misalnya, kebijakan yang memperluas akses ke pekerjaan yang layak, meningkatkan akses terhadap perumahan yang terjangkau, dan menyediakan dukungan bagi keluarga dengan anak-anak dapat membantu mengurangi tekanan ekonomi yang mendorong keluarga untuk memiliki banyak anak.

Jadi, meskipun penurunan tingkat kelahiran dan pertumbuhan ekonomi inklusif mungkin memiliki hubungan yang kompleks, banyak intervensi yang dapat dilakukan untuk memastikan bahwa keduanya mendukung satu sama lain untuk menciptakan masyarakat yang lebih seimbang dan berkelanjutan secara ekonomi dan sosial.


Penurunan tingkat kelahiran dapat memiliki efek positif atau negatif terhadap pertumbuhan ekonomi inklusif, tergantung pada konteks dan faktor-faktor lain yang terlibat. Berikut adalah beberapa pertimbangan yang dapat mempengaruhi hubungan antara kedua fenomena tersebut:

  1. Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja: Penurunan tingkat kelahiran dapat mengurangi tekanan pada populasi tenaga kerja, yang pada gilirannya dapat meningkatkan produktivitas secara keseluruhan. Dengan proporsi penduduk yang lebih besar dalam kelompok usia yang produktif (seperti dewasa muda), ekonomi dapat mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi karena adanya lebih banyak orang yang bekerja dan berkontribusi pada produksi.
  2. Penurunan Beban Sosial dan Ekonomi: Dengan jumlah anak yang lebih sedikit, keluarga cenderung memiliki lebih banyak sumber daya yang tersedia untuk dialokasikan pada pendidikan, kesehatan, dan investasi lainnya. Hal ini dapat membantu meningkatkan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan dan mengurangi tekanan ekonomi yang mungkin dialami oleh keluarga dengan banyak anak.
  3. Peningkatan Partisipasi Perempuan di Pasar Tenaga Kerja: Penurunan tingkat kelahiran sering kali berhubungan dengan peningkatan partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja. Ketika perempuan memiliki lebih sedikit anak, mereka mungkin lebih mampu untuk bekerja di luar rumah dan berkontribusi pada perekonomian secara langsung. Hal ini dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dengan menciptakan peluang ekonomi yang lebih luas bagi seluruh populasi.

Namun, ada juga beberapa potensi dampak negatif dari penurunan tingkat kelahiran terhadap pertumbuhan ekonomi inklusif:

  1. Penuaan Populasi: Penurunan tingkat kelahiran yang signifikan dapat menyebabkan penuaan populasi, yang dapat menimbulkan tantangan ekonomi dan sosial seperti peningkatan biaya perawatan kesehatan dan sistem pensiun yang terbebani.
  2. Penurunan Konsumsi dan Permintaan: Dalam jangka pendek, penurunan tingkat kelahiran dapat mengurangi konsumsi dan permintaan dalam ekonomi karena keluarga memiliki lebih sedikit anggota. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi jika tidak diimbangi oleh peningkatan investasi atau ekspor.
  3. Penurunan Potensi Inovasi dan Kreativitas: Dalam jangka panjang, penurunan populasi dapat mengurangi potensi untuk inovasi dan kreativitas karena jumlah orang yang berpotensi untuk menjadi pemikir baru dan pengusaha menjadi lebih sedikit.

Secara keseluruhan, efek penurunan tingkat kelahiran terhadap pertumbuhan ekonomi inklusif akan sangat tergantung pada bagaimana perubahan demografi ini dikelola dan diintegrasikan dalam konteks kebijakan yang lebih luas. Dengan strategi yang tepat, penurunan tingkat kelahiran dapat menjadi faktor yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan memungkinkan sumber daya yang lebih efisien dan meningkatkan partisipasi angkatan kerja.

Oleh sebab itu perlu strategi. Ada beberapa strategi dan kebijakan yang dapat diimplementasikan untuk mengelola tingkat kelahiran agar berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi inklusif:

  1. Akses Terhadap Pendidikan dan Informasi Kesehatan Reproduksi: Meningkatkan akses terhadap pendidikan yang mencakup informasi tentang perencanaan keluarga, kesehatan reproduksi, dan pentingnya ukuran keluarga yang lebih kecil dapat membantu mengubah perilaku reproduksi. Program pendidikan seksual yang komprehensif di sekolah dan kampanye informasi di masyarakat dapat meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang masalah-masalah ini.
  2. Akses Terhadap Layanan Kesehatan Reproduksi: Memastikan akses yang lebih baik terhadap layanan kesehatan reproduksi, termasuk kontrasepsi yang terjangkau dan berkualitas, serta layanan prenatal dan natal yang aman dan berkualitas, dapat membantu mengurangi tingkat kelahiran yang tidak diinginkan dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak.
  3. Pemberdayaan Perempuan: Memberdayakan perempuan melalui pendidikan, akses terhadap pekerjaan yang layak, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan dapat mengurangi tingkat kelahiran. Perempuan yang memiliki kontrol atas keputusan reproduksi mereka cenderung memiliki jumlah anak yang lebih kecil.
  4. Penghargaan terhadap Keluarga Berencana: Mendorong praktik perencanaan keluarga dengan memberikan insentif atau penghargaan kepada keluarga yang memutuskan untuk memiliki jumlah anak yang lebih sedikit dapat menjadi strategi yang efektif. Ini dapat dilakukan melalui program-program subsidi untuk kontrasepsi, bantuan keuangan bagi keluarga dengan jumlah anak yang lebih sedikit, atau insentif pajak bagi keluarga yang berpartisipasi dalam program perencanaan keluarga.
  5. Kebijakan Keluarga yang Ramah: Menerapkan kebijakan yang mendukung keluarga, seperti cuti hamil dan cuti orang tua yang terbayar, akses terhadap layanan penitipan anak yang terjangkau, dan fleksibilitas dalam jam kerja, dapat membantu mengurangi tekanan ekonomi yang mungkin dialami oleh keluarga dan meningkatkan kesejahteraan keluarga secara keseluruhan.
  6. Kampanye Peningkatan Kesadaran dan Penghapusan Stigma: Melalui kampanye dan program-program yang bertujuan untuk mengurangi stigma terhadap pengendalian kelahiran dan jumlah anak yang lebih sedikit, masyarakat dapat didorong untuk mengadopsi sikap yang lebih positif terhadap perencanaan keluarga.

Kombinasi dari kebijakan dan strategi ini dapat membantu menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pengelolaan tingkat kelahiran yang positif, yang pada gilirannya dapat berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dengan meningkatkan kesejahteraan keluarga, produktivitas tenaga kerja, dan partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja.

Tingkat kelahiran seperti pisau bermata dua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun