Sebelum mengenal terlebih dahulu tentang sejarah hukum perdata, alangkah baiknya mengenal terlebih dahulu apa itu hukum perdata. Hukum perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga. Menurut seorang pakar hukum Internasional yaitu H. F. A Vollmar mengatakan bahwa hukum perdata adalah aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan - kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang - orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas.[1]
Hukum perdata dibedakan menjadi dua, yaitu hukum perdata material dan hukum perdata formal. Hukum perdata material mengatur kepentingan-kepentingan perdata setiap subjek hukum. Hukum perdata formal mengatur bagaimana cara seseorang mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.
Secara Umum, kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dikenal dengan istilah Bugerlijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Code Napoleon sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
KUH Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang diketuai oleh Mr. J.M. Kemper dan sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, namun diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838. pada tahun itu diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).
Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi dengan Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer masing-masing sebagai anggota. Panitia tersebut juga belum berhasil. Akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, tatapi anggotanya diganti, yaitu Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Artinya KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, dan mulai berlaku pada 1 Januari 1848. kiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya berkonsultasi dengan J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Oleh karenanya, ia juga turut berhasa dalam kodifikasi tersebut.[2]
Disamping itu, sejarah mengenai perkembangan hukum perdata yang berkembang di Indonesia bahwa hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum perdata Belanda yang di berlakukan asas Korkondansi yaitu hukum yang berlaku di negeri jajahan (Belanda) yang sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah.
Secara makrosubtansial, perubahan – perubahan yang terjadi pada hukum perdata Indonesia:Pertama, pada mulanya hukumperdata Indonesia merupakan ketentuan- ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda yang di berlakukan di Indonesia (Algemene Bepalingen van Wetgeving/AB).Sesuai dengan stbll.No.23 tanggal 30 April 1847 yang terdiri dari 36 pasal. Kedua, dengan konkordansi pada tahun 1848 di undangkan KUH perdata (BW) oleh pemerintah Belanda.Di samping BW berlaku juga KUHD (WvK) yang di atur dalam stbl.1847 No.23.
Dalam Perspektif sejarah,hukum perdata yang berlaku di Indonesia terbagi dalam dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode setelah Indonesia Merdeka.
Pertama, Sebelum Indonesia merdeka sebagaimana negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa penjajah. Hal yang sama dengan hukum perdata. Hukum perdata yang di berlakukan bangsa belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan penjalanan sejarah yang sangat panjang.
Pada mulanya hukum perdata belanda di rancang oleh suatu panitia yang di bentuk tahun 1814 yang di ketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776 – 1824).Tahun 1816,Kempers menyampaikan rencana kode hukum tersebut pada pemerintah Belanda di dasarkan pada hukum Belanda kuno dan di beri nama Ontwerp Kempers. Ontwerp Kempers ini di tantang keras oleh P.Th.Nicolai,yaitu anggota parlemen berkebangsaan Belgia dan sekaligus menjadi Presiden Pengadilan Belgia.Tahun 1824 Kempers meninggal,selanjutnya penyusunan kodifikasi code hukum di serahkan Nicolai.Akibat perubahan tersebut,dasar pembentukan hukum perdata Belanda sebagian besar berorientasikan pada code civil Perancis.Code civil Perancis sendiri meresepsi hukum romawi,Corpus Civilis dari Justinianus.Dengan demikian hukum perdata belanda merupakan kombinasi dari hukum Kebiasaan/hukum Belanda kuno dan Code Civil Perancis.Tahun 1838,Kodifikasi hukum perdata Belanda Di tetapkan dengan stbl.838.[3]
Pada tahun 1848,kodifikasi hukum perdata belanda di berlakukan di Indonesia dengan stbl.1848.Dan Tujuh tahun kemudian,Hukum perdata di Indonesia kembali di pertegas lagi dengan stbl.1919.
Kedua, Setelah Indonesia merdeka, hukum Perdata yang berlaku di Indonesia di dasarkan pada pasal II aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala peraturan di nyatakan masih berlaku sebelum di adakan peraturan baru menurut UUD termasuk di dalamnya hukum perdata Belanda yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (rechtvacuum) di bidang hukum perdata. Namun, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya mengalami beberapa proses pertumbuhan atau perubahan yang mana perubahan tersebut di sesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri.[4]
[1] Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), h. 5.
[2] https://docs.google.com/document/d/1R7G1oRzVnzJWTBv_WvpJkYjxwRK_SE1FpZ06FrVIG80/edit?pli=1 pada hari selasa,25-03-2014 jam 10:53 WIB.
[3] Titik Triwulan Tutik,Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional,(Jakarta:Kencana,2010),Cet,2.h.18-19.
[4] Ibid.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H