MENAGIH REALISASI NAWACITA
Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
Politik luar negri bebas aktif sejatinya timbul pasca perang dunia ketika Indonesia mendeklarasikan dirinya sebagai Negara yang merdeka, politik luar negri yang bebas aktif sejatinya dibuat agar Indonesia sebagai Negara yang merdeka mempunyai prinsip tegas atas apa yang di yakininya tidak berpihak pada blok manapun ketika perang dingin membuat dunia terbagi menjadi dua kekuatan besar, di zaman orla Indonesia dengan hard profil menentang interfensi barat dan jadi pioneer perlawanan bangsa-bangsa terjajah karna sebagai pencetus konfrensi asia afrika, ketika memasuki zaman orba Indonesia sedikit melunak dengan negara-negara asia tenggara yang dulu berpotensi sebagai lawan dan merangkulnya sebagai rekan bisnis dalam lingkup geo ekonomis lalu ketika memasuki zaman reformasi Indonesia mengalami kehilangan jati diri,
Menurut saya politik luar negeri bebas aktif sejatinya masih diperlukan meski dulunya hanya di peruntukan agar Indonesia tidak terkesan menjadi Negara pengekor, tapi keadaan sudah berubah globalisasi di pahamkan kepada negara-negara berkembang, karnanya Indonesia harus mau tidak mau harus mengikuti tuntutan zaman tanpa mengesampingkan prinsip sebagai Negara yang berprinsip pada ideology pancasila, dalam apa yang saya pahami dalam nawacita politik luar negri Indonesia sekarang cenderung terlalu friendly kepada negara-negara tetangga dan hanya garang saat diawal mungkin kita mengingat kebijakan mentri kelautan puji tri astute yang menenggelamkan kapal nelayan asing yang menangkap ikan secara illegal di wilayah perairan Indonesia dansemua ketegasan itu luntur dengan penundaan eksekusi terpidana bali nine karna intervensi dari Australia, jika memang nawa cita direalisaskan secara semestinya seharusnya hal tersebut tidak mesti terjadi, karna mengingat bahaya yang timbul akibat narkoba lebih merusak dari pada serangan terorris manapun, tetapi perlu diingat politk luar negri yang bebas aktif tetap di perlukan karna mengingat pasar bebas sudah dibuka dan Indonesia masih belum bisa berdikari meski hanya memenuhi kebutuhan yang seharusnya Negara dengan julukan Negara agraris tak perlu memusingkan hal itu lagi
Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.
Koreksi saya singkat terhadap hal ini jangan terlalu muluk-muluk tehadap produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, sebetulnya Indonesia sendiri sudah mempunyai nilai saing yang tinggi di dunia internasional tetapi banyak dari anak bangsa yang produktif justru bekerja dan mencari penghidupan di Negara lain, karna Indonesia sendiri belum mampu mewadahi keproduktifisan mereka, dan juga treatmen yang sama terhadap semua warga miskin dengan mengalakkan program kewirausahaan dengan pemberian pinjaman kepada umkm program ini pula yang sebetulnya pula di koreksi karna orang miskin sendiri sebetulnya terbagi menjadi tiga golongan dengan treatmen yang berbeda-beda golongan pertama adalah warga miskin yang tak mampu memenuhi kebutuhan primernya, warga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan primernya meski terkadang kekurangan lalu warga miskin yang kebutuhan primernya terpenuhi tanpa bias memenuhi kebutuhan di tingkat lanjutan, pengolongngan ini dimaksudkan Agar pemerintah memeperhatikan treatmen yang diberikan jangan asal di berikan bantuan tunai langsung tunai setelah itu beres,
Lalu program Jokowiyang hanya memberikan 3 kartu sakti kepada mereka, ini adalah salah satu langkah kebijakan yang sebetulnya keliru tapi di poles dengan bantuan media massa, seakan seolah olah program kartu sakti ini adalah salah satu program unggulan dalam menigkatkan produktivitas rakyat, sebetulnya program ini bukan program baru lagi, program ini sudah ada di zaman SBY dengan nama dan warna kartu yang berbeda yakni kartu perlindungan social, kita membicarakan pemborosan dibalik program sakti Jokowi ini kita analogikan satu keluarga terdapat 4 orang di dalamnya satu ayah satu ibu dan dua anak dalam pembuatanya kita katakana biaya pembuatan satu kartu adalah 7000 di kali 3= 21000 lalu dikali sejumlah anggota keluarga 21000x4= 64000 lalu langsung saja di kali dengan 24 juta penduduk Indonesia, lalu siapa yang di untungkan dalam proses pengadaan kartu ini jika bukan partai penguasa.
Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
Kita dulu ingat ketika dalam debat capres dan cawapres presiden Jokowi mengatakan akan melakukan renegosiasi kontrak penambangan sdm yang merugikan Indonesia tetapi nyatanya pemerintah sendiri tidak mendukung pertmina dalam pengelolaan blok Mahakam hal tersebut di perparah dengan kebohongan public yang dengan pernyataan Mentri ESDM Jero Wacik menyatakan (12/10/2012) Pertamina tidak mau dan tidak mampu mengelola Blok Mahakam, terutama dari aspek finansial, SDM dan teknologi. Profesor Rudi Rubiandini juga bersikap sama, disamping mengatakan (13/9/2012): “Contoh misal mau menguasai Blok Mahakam, apakah Pertamina mampu memproduksi minyak dan gas sebesar yang dilakukan Total? Sulit! Karena memerlukan teknologi dan biaya yang tidak sedikit. Dan apakah Total mau memberi data-data teknis blok tersebut yang puluhan tahun dikerjakannya? Tentu tidak
Sangat jelas ada permainan rente korupsi dalam kontrak ini tidak saja kerugian Negara mendapatkan pemasukan pendapatan hilang terlebih lagi kebohongan public yang di lakukan dengan memanipulasi informasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H