Tanpa wanita takkan ada bangsa manusia. Tanpa bangsa manusia takkan ada yang memuji kebesaranMu. Semua puji-pujian untukMu dimungkinkan hanya oleh titik darah, keringat dan erang kesakitan wanita yang sobek bagian badannya karena melahirkan kehidupan
(Pramoedya Ananta Toer, Jejak Langkah)
Berbicara mengenai sosok wanita tentu tidak terlepas dari sebuah refleksi sejarah yang panjang tentang eksistensinya. Di sini kaum wanita telah melewati suatu masa yang mana mereka ditempatkan pada posisi yang tidak layak, dan sangat memilukan, serta tidak ada perlindungan bagi mereka. Bahkan hak-hak mereka dihancurkan, kemauan mereka dirampas, jiwa mereka dibelenggu, bahkan saat itu mereka berada pada posisi yang amat rendah dan hina. Wanita seringkali digambarkan sebagai manusia yang lemah dan diposisikan sebagai masyarakat kelas dua.
Dahulu pada zaman Romawi seorang suami memiliki otoritas penuh akan nyawa istrinya, suami bisa menetapkan hukuman mati kepada istrinya sesuai dengan kehendaknya. Di sini bangsa Romawi menganggap bahwa wanita adalah sama halnya dengan harta dan perabot rumah tangga. Sementara bangsa Yahudi menganggap wanita adalah najis atau kotor. Sedangkan bangsa Arab Jahiliah menganggap wanita sebagai sumber keburukan, di mana wanita dikubur hidup-hidup. Semua itu merupakan ketragisan sejarah dan budaya yang mengkerdilkan sosok wanita.
Namun seiring perkembangan zaman, wanita perlahan mulai dipandang sebagai turbin peradaban manusia yang amat penting. Wanita kini tidak lagi terkukung pada sebuah budaya diskriminasi – walaupun sampai saat ini masih terjadi tetapi tidak seburuk zaman dulu. Kita tentu tahu sosok perjuangan R.A Kartini dalam membebaskan kaumnya dari kebodohan. Atau perjuangan Bu Muslimah dalam film Laskar Pelangi yang berjuang demi sebuah keadilan pendidikan untuk masyarakat miskin. Kemudian tentang perjuangan Chairul Syamsu Datu Tumenggung di Minang yang memerangi fenomena pernikahan anak pada tahun 1930-an. Ini hanyalah sebagian contoh kecil dibalik ketangguhan sang wanita.
Wanita tangguh dalam konteks ini, bukan berarti wanita yang mengingkari kodratnya sebagai wanita. Akan tetapi wanita tangguh di sini adalah wanita yang mampu memaksimalkan potensi yang ada di dalam dirinya melalui kerja keras, tidak mudah putus asa atau hanya pasrah menerima kondisi dan situasi yang menyudutkan perannya sebagai wanita. Pada intinya wanita tangguh adalah wanita yang pandai merangkai seni kehidupan.
Islam sendiri memandang wanita sebagai unsur yang memegang peranan penting dalam membangun masyarakat yang beradab. Sebab wanita adalah guru pertama bagi sang anak sebelum dididik orang lain, yakni sebagai ibu. Selain itu peran wanita juga amat besar dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tanpanya, kehidupan tidak akan berjalan semestinya. Sebab ia adalah pencetak generasi baru. Sekiranya di muka bumi ini hanya dihuni oleh laki-laki, mungkin kehidupan sudah terhenti beribu-ribu abad yang lalu. Oleh sebab itu, wanita tidak bisa diremehkan dan diabaikan, karena dibalik semua keberhasilan dan kontinuitas kehidupan, di situ ada wanita.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka sesungguhnya peran wanita itu memiliki posisi yang penting bagi setiap bidang kehidupan. Wanita adalah kontruksi peradaban manusia. Di balik sosoknya yang lemah lembut, ia dilahirkan untuk dan penentu warna kehidupan ini.
* Syaifudin
Jakarta, 29 Juli 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H