[caption id="attachment_355264" align="aligncenter" width="283" caption="Logo Anteve dari masa ke masa (sumber: FB Mulyadi Muis)"][/caption]
Ada yang berbeda di panggung KPI Award beberapa hari yang lalu saat penyerahan hadiah bagi kategori Program Televisi Peduli Perbatasan. Program Cakrawala Telisik Anteve meraih penghargaan bergengsi tersebut menyisihkan program siaran dari stasiun TVRI dan Kompas TV. Program yang meraih penghargaan berjudul Jalan Sengsara di Beranda Negara, yang memotret kegetiran hidup warga Indonesia yang tinggal di perbatasan Sanggau Kalimantan Barat.
Publik tak banyak yang tahu jika penghargaan KPI Award kali ini bisa jadi merupakan karya terakhir dari divisi pemberitaan Anteve. Karena sejak pekan lalu stasiun tv milik keluarga Bakrie ini, mengumumkan penutupan Divisi News atau divisi pemberitaan Anteve. Keputusan tersebut memang bukan diberlakukan sekarang, namun baru berlaku per 1 Januari 2015. Itu artinya sejak tanggal tersebut masyarakat tak akan lagi bisa menyaksikan sajian informasi berita dari stasiun TV yang semula berbasis di Bandar Lampung.
Keputusan ini cukup mengejutkan bukan hanya bagi awak redaksi Anteve, namun juga bagi dunia pertelevisian nasional. Â Banyak yang bertanya-tanya mengapa bisa terjadi sebuah stasiun tv menyingkirkan redaksi TV-nya ? Apakah sudah sedemikian parahnya sehingga divisi pemberitaan harus diamputasi? Ada lagi yang curiga Anteve bakal bangkrut sehingga harus menutup divisi newsnya. Namun kecurigaan ini tak berlasan sebab performa Anteve belakangan ini semakin moncer dengan program-program India-nya.
Ataukah ini 'cuma' persoalan hitung-hitungan bisnis belaka?
Hingga kini belum ada penjelasan resmi dari pihak manajemen Anteve mengenai hal ini. Keputusan penutupan divisi news memang baru beredar di lingkup internal. Cepat atau lambat saya yakin bakal ada penjelasan resmi mengenai hal tersebut, sebab ini menyangkut banyak pihak, utamanya dengan pihak ketiga yang bekerja sama dengan Divisi News. Entah itu biro iklan, pengiklan, atau para nara sumber liputan.
Hilangnya Hak Tahu Masyarakat
Penutupan divisi news yang otomatis menghapus semua program berita di anteve disayangkan oleh mantan ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Dadang Rahmat, saat ditemui dalam seminar komunikasi Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia di Lombok, NTB hari Rabu (19/11). Menurut Dadang, alasan bisnis yang diduga sebagai penyebab ditutupnya divisi pemberitaan anteve sebagai alasan yang tidak masuk akal.
Menurut Dadang, mestinya manajemen anteve tidak perlu menghapuskan program berita dari layar Tv sebab siaran berita menjadi pelengkap dalam tayangan sebuah stasiun TV. Jika dihapus, maka pemirsa tidak lagi punya pilihan tontonan. "Saya melihat penutupan ini lebih pada ketidak percaya diri-an Aanteve untuk bersaing dalam  bisnis televisi. Padahal mesti diingat, tayangan hiburan itu punya 'masa' yang pendek. Pemirsa mudah bosan pada tayangan hiburan," tambah Dadang.
Dadang mencontohkan tayangan sebuah stasiun televisi yang hadir belakangan misalnya, meski mereka berkonsentrasi pada tayangan hiburan, namun tetap dapat bersaing dengan tayangan beritanya. Dan menurutnya, tak ada satu stasiun tv nasional di Indonesia yang tak memiliki siaran berita. Dan ini menurut Dadang berimplikasi pada hilangnya hak tahu masyarakat terhadap informasi.
Sedikit berbeda dengan Dadang Rahmat, mantan ketua KPI lainnya, Sasa Djuarsa Sendjaja mengatakan, apa yang dilakukan oleh Anteve adalah resiko bisnis. "Mereka pasti punya pertimbangan sendiri mengapa melakukan hal ini. Mungkin ini adalah pilihan sulit tapi harus mereka ambil agar mereka bisa bertahan di bisnis media televisi nasional."