Budaya bertani saat ini sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda di perkotaan, khususnya di Jakarta. Mereka mengganggap kegiatan tersebut sebagai sesuatu yang tradisional, kuno dan tidak prospektif. Sementara itu, hilangnya minat pemuda juga didukung dengan minimnya lahan pertanian sehingga produksi pangan dari sektor pertanian pun berkurang.Â
Fenomena tersebut bertentangan dengan kebutuhan masyarakat yang meningkat setiap tahunnya. Mirisnya, hampir 95 persen kebutuhan pangan masyarakat Jakarta tidak hanya didatangkan dari luar kota, bahkan dari luar negeri. Tentu saja jika kondisi ini diabaikan, maka akan berdampak pada kerentanan ketahanan pangan di perkotaan dan juga menghambat pertumbuhan ekonomi.
Sebuah sistem yang dapat menjamin keberlangsungan kehidupan kota sangat dibutuhkan untuk masa depan masyarakat. Â Untuk mencegah krisis ketahanan pangan, dosen Universitas Persada Indonesia (UPI) Â YAI, Jakarta menggelar taman bermain kewirausahaan urban farming ramah anak di Kelurahan Pondok Rangon, Jakarta Timur.Â
Kegiatan ini merupakan bagian dari program hibah Matching Fund 2022 yang bertajuk ‘Urban Farming Terpadu: Menciptakan Kewirausahaan untuk Generasi Muda''.Â
Kegiatan ini didanai oleh Program Dana Pendamping, Kedaireka 2022, yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik dari Indonesia. Kegiatan ini diketuai oleh St. Trikariastoto, dan beranggotakan Euis Puspita Dewi, Nurina, Eka Rahmat Kabul, I Gede Agus Suwartane dan Prijasembada.Â
Menurut St.Trikariastoto, kegiatan ini memberikan pengetahuan dan fasilitas tentang pentingnya pendidikan urban farming bagi generasi muda, yang juga mengingatkan bahwa pendidikan anak-anak tentang urban farming harus diintegrasikan dengan aspek dan pihak lainnya. Sarana edukasi urban farming harus dipahami tidak hanya tentang tanaman, tetapi juga terkait dengan aspek sosial, budaya, dan teknologi.Â
Oleh karena itu, Tim Dosen UPI YAI ini juga ikut terlibat dalam membantu mitra usaha PT. Ganesha Agro Land dalam mendesain taman ramah anak yang memperhatikan aspek desain ramah anak dan menggabungkan dengan konsep desain permakultur sebagai konsep yang mengintegrasikan banyak aspek dalam penerapan desainnya.Â
“Urban farming secara terpadu dapat menggunakan ruang terbuka sisa atau bekerja sama dengan RPTRA yanga ada. Karakter dasar seperti fisik, mental, emosional, dan identitas spiritual harus diakomodasi dalam fasilitas pembelajaran kepada anak-anak," ujar Ketua Pelaksana St. Trikariastoto.Â
Untuk membuatnya jadi menyenangkan, menurut Trikariastoto belajar sambal bermain dapat menjadi salah satu metode dan pengingkatan fasilitas memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk berekspresi dan bereksplorasi menggunakan teknologi dalam pembelajaran perkotaan.Â