Publik media sosial dihebohkan dengan video pelecehan seks yang dilakukan sejumlah siswa SMA terhadap seorang siwi SMA. Dalam video yang berdurasi 25 detik dan pertama kali beredar melalui jejaring twitter, terlihat jelas adegan pelecehan yang juga diikuti dengan tindak kekerasan dilakukan 2 siswa SMK Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Siswa perempuan meronta-ronta sambil dipegangi kakinya oleh para pelaku. Sementara pelaku lainnya meraba-raba dada korban yang ternyata teman satu sekolahnya.
Banyak netizen yang kemudian marah dengan isi video tersebut dan menyebarkan informasi tersebut hingga ke Komnas Perempuan, KPAI dan lembaga hukum lainnya.Â
Saya sebagai orang tua dengan dua anak berusia remaja terkaget-kaget menyaksikan video tersebut dan heran mengapa kelakukan para remaja bisa seperti itu? Dari mana mereka mendapatkan tauladan perilaku seperti itu? Karena perilaku anak biasanya adalah cerminan didikan yang didapat dari orangruanya.
Dan pada hari Senin, 9 Maret 2020 petugas Polres Bolaang Mongondow menangkap ke-5 pelaku yang berasal dari sebuah SMK. Menurut pengakuan para pelaku, apa yang ditunjukkan oleh para pelaku dalam video tak lebih sebagai tindakan lelucon mengisi waktu luang. Kabarnya di waktu kejadian berlangsung tak ada guru yang mengajar di kelas. Waktu yang kosong diisi oleh para pelaku melakukan tindakan tersebut.
Apapun alasan pelaku melakukan tindakan tersebut jelas merupakan pelanggaran. Alasan melakukan tindakan lelucon tak bisa dibenarkan. Apalagi ini menyangkut martabat seorang perempuan.Â
Apakah pelaku tak sadar bahwa memegang apalagi sampai meremas anggota tubuh lawan jenis dapat menimbulkan trauma? Di mana sebenarnya norma kepatutan atau pelajaran pekerti yang mereka terima selama ini?Â
Apakah orang tua pelaku sudah cukup memberikan bekal pendidikan moral kepada pelaku? Ataukah selama ini penanaman norma kepada pelaku terlalu longgar? Sehingga pelaku yang sudah berusia remaja tak bisa membedakan mana tindakan becanda dan mana tindakan yang bisa berakibat pada terganggunya emosi dan psikis korban?
Saya tak sependapat jika media kembali disalahkan. Terpaan isi media yang begitu rupa tak dapat dibendung. Kuncinya sebenarnya ada pada norma yang ada dalam keluarga. Jika keluarga memberi pagar yang tegas, anak tak akan mudah melakukan tindakan-tindakan tak bermartabat seperti itu. Apalagi dilakukan di tempat umum dan divideokan.
Apa kata dunia??? Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H