Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gedung Baru DPR Jalan Terus

7 April 2011   18:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:02 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13022015901173315770

[caption id="attachment_99363" align="alignleft" width="250" caption="Gedung Baru DPR"][/caption] Pembangunan gedung baru DPR akhirnya lanjut. Begitu kabar dari senayan Kamis sore. Rapat konsultasi yang digelar pimpinan Dewan dengan pimpinan fraksi akhirnya menyepakati pembangunan gedung baru DPR terus dilanjutkan. Protes bertubi-tubi ternyata hanya makanan media saja. Bahkan Fraksi PAN yang sebelumnya ngotot tak bisa mempengaruhi hasil rapat. Sikap penolakan PAN hanya dijadikan catatan. Makin absurd memang para wakil rakyat itu. Ngotot tapi demi fasilitas diri sendiri. Coba mereka cakar-cakaran saat memperjuangkan kenaikan dana pendidikan atau kesehatan, saya pasti ikut angkat jempol. Tapi yang ini tidak, demi sebuah fasilitas wah yang diperuntukkan bagi anggota dewan sendiri mereka seolah bersilang pendapat. Ujung-ujungnya mereka satu kata, ikut merestui pembangunan gedung baru. Pro-kontra pembangunan gedung baru sebenarnya bisa tidak terjadi, jika komunikasi politik yang dipraktekkan anggota dewan dilakukan dengan baik. Tapi yang terjadi dan mengemuka ke publik adalah aroganisme sikap. Mereka pamerkan rencana gedung yang memiliki fasilitas luar biasa dengan biaya yang juga luar binasa, mencapai Rp.1,1 Trilyun! Jumlah yang fantastis dan sulit dicerna dengan akal sehat. Mengapa mereka begitu ngotot dengan gedung baru, jika gedung lama masih cukup menampung aktivitas anggota dewan? Mengapa harus dengan fasilitas yang mewah, bukankah mereka sudah cukup digaji tinggi, dengan aneka fasilitas negara yang juga lebih dari cukup. Publik selama ini digiring untuk menyetujui pembelaan yang kerap dilakukan anggota dewan, utamanya ketua DPR Marzuki Alie. Terakhir saya sebagai rakyat merasa terhina dengan pernyataan yang terhormat Marzuki Alie. Dia berujar, pembahasan gedung baru adalah urusan elit, rakyat gak perlu dilibatkan. Rakyat tahunya urusan perut. Hmm… Sejumawa itukah seorang pimpinan dewan? Dan serendah itukah kita, rakyat dipandang oleh wakilnya sendiri? Begitukah balasan para anggota dewan setelah ‘didudukkan’ di DPR oleh rakyat? Ada apa sebenarnya dengan anggota dewan? Menghadapi situasi seperti ini,  kok agak menyesal telah ikut memberikan suara dalam Pemilu silam. Suara saya dan (mungkin) rakyat yang lain seperti tak ada harganya. Saya memang rakyat biasa, yang masih berjuang menafkahi keluarga kecil saya. Saya juga bukan elit politik yang banyak mengurus persoalan pelik. Tapi saya juga punya pandangan sendiri, mengenai politik, keadilan sosial, atau kesenjangan kaya miskin di negeri ini. Saya masih punya perhatian dalam masalah ini. Tidakkah mereka yang di Senayan juga memiliki concern serupa? Entahlah, yang jelas dalam sekian tahun ke depan kita bakal dipersembahkan sebuah mahakarya bagi anak cucu negeri ini di Senayan. Sebuah gedung dewan dengan fasilitas fantastis di negeri yang masih miskin ini. Sebuah ironi di negeri yang dihuni banyak pencoleng. Nanti di gedung baru, mestinya tiap hari diperdengarkan lagu Iwan Fals berjudul Surat Buat Wakil Rakyat. Agar anggota dewan makin sadar, betapa banyak harapan dan tuntutan dibebankan pada mereka. Sebuah tuntutan wajar karena mereka digaji oleh rakyat. —————– “Surat Buat Wakil Rakyat” (Iwan Fals) Untukmu yang duduk sambil diskusi Untukmu yang biasa bersafari Di sana, di gedung DPR Wakil rakyat kumpulan orang hebat Bukan kumpulan teman teman dekat Apalagi sanak famili Di hati dan lidahmu kami berharap Suara kami tolong dengar lalu sampaikan Jangan ragu jangan takut karang menghadang Bicaralah yang lantang jangan hanya diam Di kantong safarimu kami titipkan Masa depan kami dan negeri ini Dari Sabang sampai Merauke Saudara dipilih bukan dilotre Meski kami tak kenal siapa saudara Kami tak sudi memilih para juara Juara diam, juara he’eh, juara ha ha ha…… Untukmu yang duduk sambil diskusi Untukmu yang biasa bersafari Di sana, di gedung DPR Di hati dan lidahmu kami berharap Suara kami tolong dengar lalu sampaikan Jangan ragu jangan takut karang menghadang Bicaralah yang lantang jangan hanya diam Wakil rakyat seharusnya merakyat Jangan tidur waktu sidang soal rakyat Wakil rakyat bukan paduan suara Hanya tahu nyanyian lagu “setuju……” #tulisan 5 dari 365

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun