Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Maicih Bikin Tericih-icih

1 April 2011   15:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:13 1476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13016717891017317307

[caption id="attachment_98257" align="alignleft" width="300" caption="Logo Maicih"][/caption] Di jagat twitter belakangan lagi rame soal Maicih. Dia bukan selebritis, politisi apalagi anak alay. Tapi yang jelas dia hanya ikon, seorang nenek-nenek pastinya. Dari namanya pastinya Maicih berdarah Sunda. Tapi bukan sosoknya yang akan saya ceritakan. Maicih sendiri adalah sebuah brand, tepatnya merk dagang kudapan alias snack rakyat dari Bandung sana. Apa hebatnya sampai saya perlu memposting soal brand seperti Maicih? Mungkin ada yang beranggapan namanya kok terdengar agak ‘ngampung’ gitu. Kok gak dibikin biar terdengar berkelas dan mengglobal macam JCo, Sour Sally atau Kebab Baba Rafi? Soal nama biarlah jadi rahasia si pemilik brand, yang jelas merk ini sesuai dengan barang dagangannya yang menjajakan kudapan rakyat macam kripik dan kerupuk gurilem. Sebenarnya dagangan Maicih bukan sesuatu item produk yang baru. Kripik dari jaman rekiplik sudah ada di seluruh dunia. Bahkan kini kripik singkong, misalnya naik pangkat. Dari yang semula hanya ada di kaki lima, kini banyak diproduksi perushaan snack besar. Kekhasan produk Maicih tak lain dari rasanya yang pedas. Untuk membedakan dengan produk sejenis, Maicih diberi tingkat kepedasan atau level, mulai dari 1 yang pedasnya biasa hingga level 10 yang super edun pedasnya. Konon dari ke-10 level, hanya level 3 dan 5 yang paling disuka pelanggan. Sementara level 10 hanya sesekali dikeluarkan dan dilabeli sebagai limited edition. Unik kan. Pemasaran produk ini berbeda dengan kudapan unik kota Bandung lainnya. Calon pelanggan hanya bisa mengetahui dimana Maicih gentayangan tiap harinya melalui situs microblogging Twitter. Tiap hari @InfoMaicih akan memberi kabar di mana produk Maicih bisa didapatkan. Tim pemasaran Maicih yang disebut sebagai Jenderal, akan menjual produk Maicih di lokasi-lokasi tertentu. Mulai dari kampus, kantor atau tempat keramaian lainnya. Pendek kata, tak ada yang abadi sebagai tempat membeli produk Maicih. Mereka selalu mobile sesuai posisi para jenderal. Untuk menjadi jenderalnya Maicih pastinya ada seleksi khusus. Selain diinterviu, calon jenderal juga diwajibkan akrab dengan social media seperti twitter. Dan tentunya punya gadget agar selalu update perkembangan Maicih. Cara pemasaran yang cukup unik ini terbukti mendongkrak nama Maicih di jagat twitter. Banyak yang penasaran seperti apa produk Maicih gara-gara membaca kicauan pengguna Twitter yang  bersliweran tiap saat. Dan biasanya mereka yang sudah merasakan kripik setan Maicih pastinya bakal tericih-icih alias kepedasan. Dan puncak ketenaran Maicih adalah saat produk ini ikutan nangkring di program Provocative Proaktif-nya @Pandji di Metro Tv. Produk ini kemudian diburu. Dan jika sudah berhasil membeli, biasanya para Icihers (sebutan bagi Icih lovers) bakal memajang foto bersama produk hasil buruannya di twitter. Ada nuansa petualangan sepertinya ditawarkan oleh Maicih. Kesuksesan Maicih selain dipasarkan dengan cara tak biasa, yakni melalui jaringan twitter dan para jenderal, juga karena mengemas produknya secara berbeda. Selama ini seingat saya belum pernah ada snack yang menawarkan tingkat (level) kepedasan yang beragam seperti yang ditawarkan Maicih. Keberhasilan Maicih juga saya kira lantaran tim di balik layarnya berhasil mengawinkan produk lokal yang jadul dengan unsur kekinian (teknologi informasi, twitter). Mereka sukses mempraktekkan “think locally act globally”. Berpikir produk lokal dengan cara global. Setelah tenar dan membuat demam, konon produk Maicih kini mulai ditiru para pesaingnya. Namun sejauh ini para follower Maicih belum menggunakan cara pemasaran seperti yang digunakan Maicih di twitter. Butuh waktu juga apakah cara pemasaran ala Maicih ini bisa bertahan lama. Entah kalau produk ini suatu masa bakal jadikudapan yang massal dan mudah didapati di mana-mana, apakah cara pemasaran macam ini masih akan digunakan. Who knows? #tulisan 4 dari 365

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun