Memalukan! Hanya kata itu yang pantas menanggapi kelakuan anggota dewan yang terhormat hari ini. Sidang paripurna DPR yang membahas kesimpulan akhir Pansus Bank Century hari ini ricuh. Sejumlah anggota merangsek ke depan, nyaris mengeroyok Marzuki Alie sang pimpinan sidang.
Petugas pengamanan dalam DPR dan sejumlah pegawai setjen DPR pun dibuat kelabakan melihat reaksi berlebihan yang muncul tiba-tiba itu.
Marzuki Alie sebagai ketua DPR dan pimpinan sidang memang tak elok menutup sidang begitu saja tanpa konsultasi dengan pimpinan DPR yang lain. Ia seperti tak mengindahkan interupsi anggota dewan yang ingin sidang paripurna digelar satu hari. Sementara jika sidang ditutup berarti pengambilan keputusan baru akan dilakukan besok.
Sementara keributan yang dipertunjukkan anggota dewan apapun alasannya sangat tidak patut. Jauh dari sopan santun politik. Inilah pembenaran pernyatan presiden RI keempat, Abdurahman Wahid beberapa tahun silam yang menuding anggota DPR laksana anak TK. Mungkin malah lebih rendah dari itu. Sebab anak TK pun tak pernah menyerang pimpinannya di sekolah!
Kejadian ini makin menebalkan dugaan bahwa kemilau kekuasaan begitu kuatnya sehingga banyak kalangan tak bisa menahan keinginan untuk segera menggapainya. Sepertinya mereka sudah tak sabar lagi menduduki posisi tertentu jika skenario melengserkan Boediono dari kursi Wapres dan Sri Mulyani dari kursi menteri Keuangan berhasil digolkan DPR.
Sejak pansus Century digelar, saya sudah mengamati betapa ajang pansus dijadikan agenda setting pihak-pihak tertentu untuk menaikkan posisi tawar. Entah itu anggota Dewan yang berebut popularitas. Lihat saja duduk di dalam ruang rapat pun diatur bergiliran menghadap kamera Tv. Jelas sekali tujuan mereka apalagi kalau bukan popularitas.
Belum lagi kabar ’sakit hatinya’ partai tertentu yang gagal bersanding di kursi RI-2 karena SBY lebih memilih Boediono yang non partisan. Ceritanya akan lain jika posisi Wapres kali ini diduduki kalangan partai. Karenanya, sedari awal pansus sudah kelihatan punya asumsi sendiri bahwa wapres dan Menkeu bersalah. Jelas ini mencederai demokrasi itu sendiri.
Apakah kita akan mengulangi sejarah hitam pelengseran Gus Dur dari kursi RI-1 dengan tuduhan tak berdasar dan sangat memalukan itu. Gus Dur saat itu dituding terlibat dalam skandal Bulog. Ia ‘dihakimi’ pansus DPR sedemikian rupa dengan bukti yang sumir dan terjungkallah Gus Dur. Hingga wafat, Gus Dur yang katanya bersalah itu tidak pernah sekalipun kasusnya diproses secara hokum. Artinya apa? DPR sendiri sudah menyalahi hokum, menghakimi seseorang tanpa pengadilan.
Apakah ini akan terulang? Sekali lagi, beginikah cara anggota dewan yang terhormat memberi pendidikan politik bagi rakyat yang diwakilinya? Saya kok tak merasa diwakili ya…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H