[caption id="attachment_51264" align="alignright" width="300" caption="KRL Ekonomi"][/caption] Jangan pernah jadi penumpang KRL ekonomi kalau tak mau sengsara! Ini bukan nasehat tapi wanti-wanti. Pagi tadi saya lagi-lagi dapat pengalaman buruk saat menumpang kereta rakyat itu. Nasib baik memang sedang tak berpihak pada saya akhir-akhir ini. Naik KRL Jabotabek selalu dapat pengalaman buruk. Anehnya, selalu dapat pengalaman jelek kok masih mau-maunya naik KRL! Saya memang aneh, selalu berpikir PT.KAI sudah melakukan perbaikan atau setidaknya belajar dari pengalaman buruk penumpang sebelumnya. Sehingga mereka tak akan lagi menyakiti hati penumpang setianya. Sesungguhnya perjalanan by train saya pagi tadi nyaris mulus tiada cela. Dari stasiun Gondangdia Kereta hanya berhenti sekian menit --mungkin 2 hingga 3 menitan-- untuk naik turun penumpang. Setelah enam stasiun perhentian kereta berjalan mulus, saya sudah girang karena bakal bisa sampai rumah lebih pagi. Namun mimpi buruk itu ternyata terjadi di stasiun pasar minggu. Lazimnya kereta ekonomi yang selalu ngalah saat kereta bagusan lewat, pun begitu pula dengan kereta yang saya naiki. Selama ini paling-paling kita tertahan sekian menit saja menunggu hingga kereta kelas bagus lewat. Perlu penyamaan persepsi dulu, yang saya maksud kereta bagusan itu cuma beda di AC dan jumlah penumpang. Lainnya tidak. Yang terjadi tadi pagi, kereta tertahan di stasiun pasar minggu nyaris 45 menit demi memberi jalan pada kereta bagus itu. Kesal, sebal, ngantuk jadi satu. Sepanjang penantian yang tak berujung itu, saya mengutuk keras semua pelaku industri kereta jabotabek. Apakah begini memperlakukan penumpang yang bayar, meski yang dibayar cuma 1.500 perak? Tak ada penjelasan mengapa begitu lama kami tertahan di stasiun, tak ada secuil kata maaf dari kepala stasiun atau siapa lah yang berwenang. Benar-benar penumpang cuma dijadikan catatan statistik penambah data kenaikan jumlah penumpang. Masa bodoh dengan kenyamanan atau waktu berharga yang hilang percuma. Mungkin dalam pikiran pengelola kereta jabotabek, peduli setan dengan penumpang (miskin). Toh saya bukan yang pertama dongkol dengan cara-cara seperti ini. Besok toh penumpang 'kere' seperti saya bakal tetap naik kereta! Duh, kalau begitu cara berpikir mereka, pengelolaan kereta api komuter jabotabek tak akan pernah beranjak, malah cenderung makin kacau. Paradigma penumpang adalah raja rasanya cuma berlaku di bidang lain, bukan layanan umum transportasi massal KRL jabotabek. Kalau di negara maju, keluhan semacam ini pasti ditanggapi dengan segera oleh pengelola layanan publik. Mereka pasti malu kalau kinerjanya buruk dan membuat tak nyaman konsumennya. Tapi kalau disini? Berharap ada permintaan maaf saja, rasanya itu sangat mahal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H