Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jangan Melawan Arus Kekuatan Rakyat

5 November 2009   03:44 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:26 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perubahan berjalan begitu cepat. Semalam Anggodo, adik Anggoro Wijoyo dilepas Polri setelah Polri menyatakan tidak cukup bukti menetapkan Anggodo sebagai tersangka dalam kaitan kasus kriminalisasi KPK. Tim Pencari Fakta yang dibentuk presiden pun gerah. Mereka merasa dilecehkan, tidak dihargai. Padahal Rabu siang, tim ini memberi 3 rekomendasi soal kasus ini. Pertama, menangguhkan penahanan Chandra-Bibit. Kedua, mencopot Susno Duaji sebagai Kabareskrim Polri. Dan ketiga, menangkap Anggodo Wijoyo yang merupakan aktor utama kasus ini.

Dan Kapolri sendiri, menurut TPF, berjanji bakal menonaktifkan Susno. Tapi apa yang terjadi semalam?

Hingga pagi ini kondisi makin tak jelas. TPF berkumpul merespon perkembangan. Belum lagi sikap diambil, Irjen Polisi Susno Duaji (Kabareskrim Polri) dan Abdul Hakim Ritonga (wakil jaksa agung) akhirnya mengundurkan diri.

Entah apa yang akhirnya mengantar kedua pejabat itu berani bersikap, apakah ditekan polisi, malu karena skandalnya bersama penjahat dibuka pada publik, atau takut dengan tekanan rakyat? Kesemuanya bisa terjadi dan mungkin terjadi.

Di Kompas hari ini Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD mengatakan kekecewaannya atas dilepasnya Anggodo oleh Polri. Mahfud bilang, jangan melawan arus kekuatan rakyat. Karena mungkin Mahfud berpikir, kasus dugaan kriminalisasi KPK ini sudah menggelinding begitu rupa. Jika tak dituntaskan akan berbahaya bagi pemerintah, karena mengabaikan suara rakyat yang mendukung pemberantasan Korupsi.

Baru saja Presiden menggelar konpers menanggapi ancaman TPF. Terlepas apa isi konpers Presiden, saya merasa kok ada kesamaan situasi sekarang dengan saat Soeharto menjelang lengeser tahu 1998 silam.

Saat itu presiden membentuk dewan reformasi yang beranggotakan salah satunya (kalau tak salah ingat) Nurcholis Majid. Mereka saat itu mundur dari dewan bentukan Soeharto, dan tak lama kemudian Soeharto pun mundur dari jabatannya karena merasa legitimasinya jatuh. Apalagi saat itu tekanan bertubi-tubi dari rakyat untuk mundur begitu kencangnya.

Saya tak berharap kondisi serupa hadir kembali di negeri ini. Karena ngeri membayangkan bakal hancurnya negeri ini seperti setelah reformasi. Semoga Presiden SBY masih mau mendengar suara rakyat yang ingin perubahan dalam bidang hukum. Rakyat cuma menuntut keseriusan pemerintah menegakkan hukum dan peduli dalam pemberantasan korupsi. Kini saatnya bukan lagi tebar pesona dan menjaga citra. Saatnya bekerja, selesaikan apa yang harus diselesaikan. Jika tak ingin rakyat marah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun