Mohon tunggu...
Syaifuddin Sayuti
Syaifuddin Sayuti Mohon Tunggu... Dosen - blogger, Kelas Blogger, traveller, dosen.

email : udin.sayuti@gmail.com twitter : @syaifuddin1969 IG: @syaifuddin1969 dan @liburandihotel FB: https://www.facebook.com/?q=#/udinsayuti69 Personal blog : http://syaifuddin.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Siapa di Atas Presiden?

28 Februari 2015   03:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:23 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14250236461554693557

Film ini memang tak berpretensi sebagai film politik yang penuh dengan lika liku intrik, yang memuaskan syahwat berkuasa para tokohnya. Tapi ini adalah film dengan kritik sosial cukup keras. Hanung mengkritisi adanya 'tokoh diatas Presiden' yang kuasanya dirasakan tapi tak pernah terjamah siapapun.

Ini adalah wajah nyata masyarakat kita, yang penuh topeng, kemunafikan di sana sini. Namun di tengah ketidakacuhan itu masih ada anak-anak muda yang peduli pada persoalan besar. Ia tidak sekedar anak muda yang hanyut pada lingkungan tanpa punya peran apapun.

Oiya di film ini ada beberapa kutipan menarik yang diucapkan para pemain. Seperti diucapkan Capres Bagas Notolegowo "Kalau saya tidak menang maka Indonesia sudah kalah." Perkataan ini jelas menyindir situasi negeri yang karut marut penuh dengan ketidak jelasan, dan ia menawarkan banyak solusi, salah satunya perang melawan korupsi.

Jika hendak menyamakan, kondisi ini mirip dengan apa yang pernah dan sedang terjadi di tanah air.

Biaya Produksi 7 Milyar

Film berbiaya 7 Milyar rupiah ini sendiri sebenarnya diproduksi sejak awal tahun 2013. Bahkan film ini juga sempat diputar di sejumlah festival film dunia, seperti festival film Osaka.  Namun  kemudian film ini 'disimpan' dengan berbagai pertimbangan, antara lain berbarengan dengan masa Pemilu Presiden tahun 2014.

Ditemui sebelum penayangan perdana di Cinemaxx FX Sudirman, Hanung Bramantyo menegaskan meski disebut sejumlah kalangan bahwa filmnya kontekstual dengan situasi politik nasional, namun film ini murni fiksi.

"Semua tokoh yang muncul di film ini adalah fiktif. Pihaknya hanya memotret sebuah fenomena dengan cara pandang berbeda. Jika ada kesamaan latar cerita, menurutnya adalah kebetulan," tambah Hanung, Kamis malam (26/2).

Begitu lamanya film ini mengendap, membuat sejumlah orang yang terlibat dalam proses produksi kegirangan. Salah satunya adalah Celerina Judisari, produser film ini. Ia mengaku senang dengan tayangnya film 2014, sebab beban selama dua tahun menunggu penayangan film ini akhirnya lepas.

"Saya berasa seperti hamil dan kini sudah lahiran. Selama dua tahun saya dan semua kru dibuat senewen karena film ini," ujar Celerina Judisari, produser film ini.

Pihak Mahaka Pictures sendiri kini menyerahkan 'nasib' filmnya kepada masyarakat. Kalaupun film ini kemudian memicu kontroversi karena kontennya, Celerina berharap pihak yang mengkritik film ini menonton terlebih dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun