Mohon tunggu...
Syaifiyatul H
Syaifiyatul H Mohon Tunggu... Dosen - Anak Desa untuk Bangsa

Si bungsu yang selalu ingin tahu

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fenomena PPKM di Madura dan Mampukah Pemerintah Tracing Seluruh Masyarakat Madura?

4 Juli 2021   22:21 Diperbarui: 4 Juli 2021   22:26 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Madura sedang berduka, banyak ulama' besar sekaligus Guru bagi seluruh ummat berguguran wafat terhitung sejak akhir bulan Juni 2021 hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat (PPKM darurat) Jawa-Bali  pada tanggal 3 Juli 2021. 

Pusat perhatian juga tertuju pada banyak rumah sakit yang sudah tidak bisa menampung seluruh pasien dengan alternatif pasien yang tidak mendapat kamar terpaksa harus ditempatkan di tenda-tenda di sekitar rumah sakit. 

Penuhnya pasien di beberapa rumah sakit berpengaruh terhadap ramainya Apotek yang diserbu pembeli obat atau bahkan parahnya lagi mulai langka tersedianya stok tabung oksigen di berbagai Apotek maupun di Toko khusus tabung oksigen.

Rendahnya tingkat kepercayaan Masyarakat di Madura tampak nyata dari mengabaikan penggunaan masker di tempat umum, fenomena Masyarakat berbondong-bondong ke tempat keramaian untuk prosesi kremasi hingga tahlilan seorang ulama, dan susahnya dikontrol hadirnya orang-orang untuk ngelayat atau "takziyah" yang menyebabkan risiko tertular virus sangat tinggi.

Akar permasalahan diatas adalah karena tidak adanya pengetahuan tentang virus corona itu sendiri. Sumber informasi tentang bahaya virus tersebut juga harus keluar dari Pemimpin di Madura seperti Ulama. 

Ulama di Madura menjadi "kunci suksesnya prevensi distribusi covid-19". Fakta lapangan dan contoh sederhana adalah masih banyak yang abai memakai masker, seolah-olah virus corona tidak ada, yang ada adalah konspirasi dan bla bla bla.

Kunci utamanya adalah "Percaya". Jika Ulamanya saja tidak mempercai akan hal fenomena virus corona ini, maka susah Masyarakat untuk di-edukasi dan jadi mengabaikan apa yang sudah menjadi anjuran protokol kesehatan, seperti memakai masker, menghindari kerumunan, menjaga jarak, dll.

Sebagai orang yang bergerak di bidang akademisi dan tinggal di Desa dengan kultur pemahaman Masyarakat sekitar yang masih tidak percaya, pastinya ikut sedih dan prihatin melihat fenomena ini. Ditambah lagi, ada orang-orang di sekitar kita yang masih beranggapan bahwa "vaksin itu adalah racun". Meskipun dalam hati harus juga menjerit "dimana datanya yang menunjukkan bahwa vaksin adalah racun?". 

Ya begitulah fenomema di lapangan. Mau tidak mau, kita harus hadapi dan bersabar mengedukasi. Terkecuali, sebenarnya sudah tahu apa itu virus corona, akibatnya seperti apa dan apa saja yang harus diikuti dan dihindari agar tidak tertular virus corona. Namun ada faktor lain seperti tidak percaya dengan Pemerintah atau bahkan yang ekstrim lagi adalah vaksin dapat membunuh. 

Pertanyaan sederhana adalah "mampukah Pemerintah Provinsi dan Daerah melakukan Tracing menyeluruh ke semua elemen Masyarakat di Madura?", karena fenomena gugurnya banyak ulama dan Masyarakat meninggal dalam durasi yang cukup cepat menyisakan tanda tanya "apa penyebab meninggalnya?". 

Mungkin banyak alasan yang mungkin terlontar dari sanak keluarga, entah karena penyakit co-morbid (penyakit penyerta sebelumnya) alih-alih menghindar dari kata "positif covid-19" atau bahkan dengan kata berserah bahwa "jika sudah kehendakNYA YME, ya pasti mati. Toh sudah saatnya mati". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun