Bagaimana bisa media dikatakan sebagai alat pengontrol dunia?
Media sudah bukan hanya sekedar tempat menyajikan informasi atau memberikan hiburan saja ke masyarakat. Tapi saat ini media juga berperan penting dalam hal politik maupun bisnis. Tokoh politik menjadikan media sebagai alat propaganda. Manusia bisa dengan mudah menelan informasi mentah berita yang di sajikan oleh media tanpa mereka mencari tau dulu tentang kebenarannya.
Media yang dilengkapi dengan suara dan visual itu bisa dengan mudah merangsang otak dan pikiran kita. Seperti halnya jika kita melihat iklan iklan di tv yang mengungkapkan kata - kata seperti 'cantik itu kulit putih dan bebas jerawat' iklan yang ngebahas tentang beauty standart semacam ini akan dengan cepat merangsang otak kita untuk berpikir seperti "cantik itu ya harus putih", "kalo gue jerawatan berarti gacantik". Tanpa kalian sadari bahwa hal ini tidak benar.
Apa kalian pernah berpikir bahwa setiap org punya kecantikannya sendiri? Atau mungkin kalian mikir kalo jerawat itu hal yang wajar yg disebabkan oleh hormon? Kenyataannya orang lebih percaya dengan apa yang  disampaikan media dan muncul lah obsesi untuk melakukan perubahan. Bahkan orang - orang rela melakukan berbagai macam cara untuk memutihkan kulit, menghilangkan jerawat, demi mencapai label 'cantik' tersebut.
Melihat hal itu tokoh politik dan pemilik modal melihat adanya peranan besar media, dalam merubah maupun menciptakan perspektif atau pemikiran bagi masyarakat. Dari sini lah media mulai berkolaborasi dengan politik dalam menciptakan propaganda pada masyarakat. Media sebagai kampanye, mungkin media memang memiliki kebijakan untuk bersifat netral dalam politik, tidak boleh berpihak maupun beropini. Namun bukan berarti media tidak mampu menyampaikan gagasannya ke masyarakat.
Seperti halnya ungkapan bahwa 'wartawan dapat membunuh seseorang tanpa harus melukainya' ungkapan ini sangat tepat digunakan untuk mendeskripsikan bagaimana media menjadi alat propaganda bagi tokoh politik. Media bisa saja membuat berita dengan mengambil sudut pandang yang berbeda. Seperti halnya dalam kasus kampanye, media akan menyajikan banyak informasi yang baik untuk mengangkat nama tokoh politik yang didukungnya. Begitupun sebaliknya, media juga dapat menjatuhkan tokoh politik dengan menyajikan informasi yang buruk tentang tokoh politik tersebut.
Apa kalian pernah melihat berita viral yang tidak penting ditayangkan secara terus menerus di media? Seperti contoh kasus jesica mirna dan kopi sianida. Saat melihat berita itu kalian akan berempaty kepada mirna sebagai korban dan secara tidak langsung kalian akan menerka nerka tentang apa yang sebenarnya terjadi.
Semakin banyak berita yg membahas kasus jesica mirna maka semakin banyak juga orang yg berkontribusi mencari kebenaran tentang kasus tersebut. Apa kalian pernah berpikir tentang apa pentingnya berita jesica mirna ini sampai harus ditayangkan berkali - kali? Bukankah kasus pembunuhan di dunia ini sudah sering terjadi? Kenapa hanya kasus ini yang dibesar besarkan? Apa tidak ada berita lain yg lebih penting lagi? Dan pernahkah kalian berpikir jika dibalik berita ini ada kasus besar yang sedang ditutup tutupi oleh media.
Dengan menayangkan kasus jesica mirna secara berkala, media dapat menenggelamkan kasus penting yang mungkin terjadi seperti kasus permasalahan negara, dengan tayangan ini masyarakat jadi berempaty dan melupakan kasus penting tersebut, disinilah dikatakan adanya 'the power of media' yang dapat mengalihkan pandangan masyarakat.
Selain kasus kasus diatas media juga dapat membuat perpecahan antar manusia, kalian pasti sudah sering mendengar adanya kasus teroris, perang, demo, dan sebagainya. Setiap terjadi perpecahan pasti menimbulkan opini pro dan kontra di masyarakat. Â Perbedaan pendapat inilah yang membuat perpecahan antar manusia.
Setiap orang berlomba - lomba membenarkan opini mereka dan menyalahkan pihak lain. Sehingga timbul lah aksi protes atau bahkan perang. Tanpa kalian sadari media juga sangat berperan penting dalam hal ini. Media yang mengemas berita menjadi opini nya sendiri itu menuai opini pro dan kontra dalam masyarakat, sehingga mereka berpartisipasi maupun berempaty dalam menuangkan kesimpulan yang mereka kemas dari media tersebut.