Mohon tunggu...
Syahrul Ramdhan
Syahrul Ramdhan Mohon Tunggu... Human Resources - Aktif Menulis

Dia yang hanya mempraktekkan kebaikan untuk mendapatkan ketenaran sangat dekat dengan keburukan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Maraknya Pemasangan Baliho Menuju Pemilu 2024: Apakah Masih Efektif di Era digital?

6 September 2023   19:19 Diperbarui: 6 September 2023   19:24 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Citra di dalam politik tidak sekadar menjadi strategi untuk menampilkan kandidat kepada para pemilih. Namun berkaitan dengan kesan yang direspon oleh publik baik yang diyakini sebagai hal yang benar atau tidak. Artinya, citra lebih dari sekedar pesan yang dibuat, tetapi citra merupakan negosiasi atau proses tawar-menawar dalam arti pemasaran politik, evaluasi dan konstruksi oleh kandidat dan pemilih dalam sebuah proses pemenangan. 

Citra para calon kandidat eksekutif dan legislatif dari tingkat pusat hingga daerah dibangun dengan berbagi cara salah satunya dengan pemasangan baliho. Baliho dibuat oleh para kandidat dengan maksud menarik hati para pemilih dalam usaha raiha suara, publikasi baliho dengan gambar yang besar di tempat-tempat ramai sering kita temui. Dengan harapan untuk menarik perhatian terhadap suatu hal yang ditawarkan oleh para kandidat. 

Namun dibalik itu perkembangan zaman yang memberikan kemudahan akses melalui internet dalam lingkup sosial media yang dapat menampilkan audio visual kian marak pula. Hampir seluruh masayarkat Indonesia memiliki akses internet, ini merupakan sebuah anomali daripada kehidupan yang titiknya berada pada perkembangan teknologi.

Perlu sadari bahwa masih banyak masyarakat yang memilih karena atributif dibanding substantif. Baliho dan billboard menjadi medium exposure tercepat ketika masyarakatnya secara literasi politik masih terikat dengan preferensi yang atributif ketimbang yang berbasis ide dan gagasan serta inovasi program kerja politik terutama melalui ruang maya. 

Popularitas lebih banyak berhubungan dengan dikenalnya seseorang, baik dalam arti positif, ataupun negatif. Sementara elektabilitas berarti kesediaan orang memilihnya untuk jabatan tertentu. Sebenarnya, terdapat faktor lain yang menyebabkan media luar ruang tersebut viral yakni adanya efek pemberitaan dan perbincangan yang masif di ruang maya sehingga membuat tokoh politik semakin dikenal dan naik secara popularitas.

Marketing politik dengan cara konvesnsional baliho dan billboard dengan pesan komunikasi politik dan pencitraan yang dilakukan menghasilkan elektabilitas yang mengalami peningkatan walaupun lebih banyak di respon negatif muncul adalah sentimen negatif. Karena hasil elektabilitas tidak hanya bergantung pada sentimen perbincangan di dunia maya, namun bergantung pada pasar pemilih yang dituju oleh para tokoh politik. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun