Namamu Lapi. Setiap malam, kamu dininabobokan oleh Concierto de aranjuez. nada-nadanya yang lembut, kuyu-teguh seakan beresonasi pada kehidupan kiwarimu.Â
Di pagi hari, kamu dibangunkan oleh bising suara terompet--reveille-- yang acapkali digunakan oleh militer pada perang dunia ke I-II untuk membangunkan para soldadu. kamu mendikte alarm di hpmu untuk melakukannya, seolah-olah kamu membebani dirimu sendiri bahwa ada kekeosan yang terstruktur di esok hari yang menantimu dengan tepat waktu.Â
Tak ada abuu-abu. Seputih atau sehitam apapun warnanya langit. Kamu selalu menyempatkan untuk membuka pagi dengan segelas kopi. Kamu mengimani bahwa minuman yang dilabeli minumannya orang-orang beriman oleh Yemenis ini, dapat memberikan khasiat signifikan, yakni menunda kepergian--sekurang-kurangnya itulah yang pernah dibacoti oleh sales kopi asal Algeria.Â
Dewasa ini, banyak hal yang telah hilang, keluguan, kamu sangat mendambakannya karna itu adalah panasea-metamorfosis terakhir yang kudunya dimiliki kala di tengah badai gurun yang maha ngeri.
Oh, simple thing, where have you gone?
I'm getting old, and I need something to rely on
So, tell me when you're gonna let me in
I'm getting tired, and I need somewhere to begin
Pada gilirannya, hal-hal yang ditutup-tupi akan meledak pada saatnya. seperti, suatu ledakan yang membikin dunya dan seisinya aka bigbang yang dibidani oleh Sang menara Purba akan kebosanan yang menggunuk. 'Bunuh diri ilahi' Mainlnder bergumam. Namun, kamu tak memiliki keberanian semacam itu, kamu merasa selalu telat tuk menarik pelatukmu. Kamu hanya teguh menambah tembakannmu pada tiap gelas yang diisi oleh kopi-air majusi, menyandarkan keminoran yang mayor pada hal awal yang autentik tak berguna--orang-orang bijak menyebutnya seni.
Kamu tetap percaya pada tiap warta, mengesampingkan tanya. karna itulah esensi menjadi dewasa. Seraya menyungkun pelarian eskapistikmu dengan merapal mantra andalan: Amor fati (ya amer lagi)Â