Mohon tunggu...
Syahrul Nur Anwar
Syahrul Nur Anwar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Medioker

Setelah merobek rahim, inginnya sih ngerobek dunia

Selanjutnya

Tutup

Diary

Memupuk Kerajinan dengan Hati yang Iri?

27 April 2024   23:54 Diperbarui: 28 April 2024   00:43 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Pada suatu kali di suatu obrolan yang ngalor ngidul, salah satu teman saya---sebut saja yeye---berpendapat bahwa kadangkala rasa malas bisa diatasi hanya dengan mojok santai di dunia maya. Alasannya cukup sederhana, menurutnya iri hati dapat timbul jika kita melihat katakanlah kelebihan,pencapaian,kesuksesan,dan "kesempurnaan" Rangorang di linimasa sosmed. Entah itu seseorang yang telah menjadi seorang miliarder di usia muda bahkan lebih muda dari kita, seseorang yang memiliki karir yang gemilang, seseorang yang namanya berjejerkan gelar kuliah, seseorang yang cemerlang bagja dunia dan akhirat(bisa jadi itu si aku aamin), bingung rek nulis hal keren apalagi, Dst.

Dari segi arti dan konotasi keduannya pun tentu sangat bertolak belakang. Arti iri hati sendiri dalam KBBI misalnya, yang mengatakan bahwa iri hati merupakan kondisi hati yang tak senang dengan segala nasib baik yang diterima oleh orang lain, dan kita pun cemburu akan hal itu. Karna hubungannya dengan pencapaian, dapat pula saya artikan bahwa iri hati merupakan kondisi yang timbul karena kita tidak menikmati suatu proses yang sedang kita jalani akibatnya ialah kita jadi terlena menilik kesuksesan dan pencapaian yang biasanya terlihat mudah digapai jika sudah tampil dalam bentuk foto-foto di sosial media. Sedangkan rasa malas saya ingin mengartikannya sebagai kondisi seseorang yang tidak memiliki tujuan atau telah tercapainya tujuan. Telah tercapainya tujuan dalam artian bahwa acapkali kondisi malas merupakan suatu bentuk self reward setelah melewati fase proses yang melelahkan. 

Pertanyaannya yang menyertai hal ini ialah apakah bisa kerajinan diturunkan oleh kondisi hati yang iri?  Dalam hal ini, saya jadi teringat omongan kang Nietzsche dalam bukunya yg berjudul...yang mana saya lupa. Tapi kurang lebih begini: Sesuatu itu tak bisa muncul dari lawannya, misalnya kebenaran dari kekeliruan atau tindakan tanpa pamrih dari kepentingan pribadi. Hal-hal semacam itu tidak mungkin ada. Toh kalaupun ada yang mengatakan bahwa hal demikian ada, menyebutnya bodoh sudah paling bagus. Karna memang Hal-ahwal yang paling katakanlah tinggi haruslah terpisah, haruslah memiliki suatu asal usul yang lain. 

(Iri hati memanglah bukanlah lawan dari rajin, tapi saya berasumsi bahwa konotasi makna dari kedua kata tersebut yang begitu kontras saya artikan sebagai suatu "oposisi"). 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun