Mohon tunggu...
Syahrul Aja
Syahrul Aja Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Orang kecil yang terbiasa dengan hal-hal kecil .....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Dialog

4 Maret 2013   11:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:20 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini, menumbuhkan dan mengamalkan sikap saling memahami dan saling mengerti antara pemeluk agama yang ada, merupakan suatu keniscayaan yang mesti direalisasikan. Umat manusia kini telah memasuki era globalisasi, di mana sekat-sekat dan dikotomi budaya, suku dan ras serta agama, bukan lagi menjadi semacam penghalang untuk melakukan interaksi dan kerja sama antara sesama manusia. Globalisasi yang ditandai dengan derasnya arus modernisasi, hendak menghapus dikotomisasi dan stereotyping negative yang ada di kalangan masyarakat. Sehingga, perbedaan yang ada, tidak menjadi persoalan serius ketika berinteraksi dengan sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Namun, terkadang sikap saling memahami dan saling mengerti terhadap sesama sulit untuk direalisasikan, bagi mereka yang memiliki sejarah kelam di masa lalu dan senantiasa memelihara memori kelam tersebut. Misalnya, antara umat Islam dengan Kristen, yang senantiasa dihadapkan pada persoalan perang salib atau perang lain yang melibatkan antara kedua penganut agama tersebut. Perang fisik memang telah berakhir. Namun, bagi sebagian orang, dampak emosional psikologis dari perang tersebut masih sulit untuk dihilangkan dari benak sebagian orang. Akhirnya, prasangka negative dan curiga terhadap orang lain yang tidak seagama, bahkan yang tidak sealiran, selalu muncul dalam interaksi sehari-hari.

Oleh karena itu, salah satu metode yang bisa digunakan untuk merealisasikan sikap saling memahami dan saling mengerti antara pemeluk agama (khususnya Islam dan Kristen) adalah melalui dialog. Sampai saat ini, dialog merupakan sarana yang cukup efektif untuk melahirkan dan menumbuhkan sikap saling menghargai dan menghormati ajaran dan kepercayaan masing-masing pemeluk agama. Dialog yang dimaksud oleh penulis, memiliki definisi yang luas. Dialog tidak terbatas pada terjadinya interaksi vocal antara penganut agama yang berbeda dalam ruang tertentu. Tapi, dialog juga meliputi semua dimensi kehidupan manusia yang bisa diteliti, disharing dan didiskusikan antara sesama.

Saat ini, dialog memang sangat penting. Munculnya beragam konflik yang mengatasnamakan agama dan keyakinan tertentu mengharuskan adanya titik temu kesepahaman dan kesepakatan. Tak jarang, konflik meletus karena tidak adanya atau putusnya dialog dan saling memahami pandangan orang lain. Parahnya, konflik tersebut seringkali menelan korban jiwa dari kedua belah pihak, yang tidak sedikit jumlahnya. Diantara penganut agama yang paling sering mengalami konflik, yaitu antara umat Islam dan Kristen. Sejarah masa lalu yang pahit dan kelam antara kedua agama tersebut seolah sulit untuk dihapus dan dihilangkan dari benak sebagian orang. Sehingga, sikap curiga dan dendam antara kedua penganut agama tersebut, bisa saja muncul dengan tiba-tiba. Apalagi, jika didukung oleh adanya provokasi dan isu-isu negatif lainnya.

Sudah saatnya kita sadar akan pentingnya dialog sebagai langkah awal menuju kesepahaman dan saling mengerti. Kita memang beda. Semua manusia pasti beda. Perbedaan adalah sesuatu yang alamiah dan kodrat dari Sang Kuasa. Jadi, perbedaan itu tidak mesti menjadi penghalang bagi kita untuk saling berinteraksi dan bekerja sama dengan sesama. PERBEDAAN BUKANLAH PENGHALANG BAGI KITA UNTUK BANGKIT, MAJU DAN BERKEMBANG BERSAMA-SAMA DI NEGERI YANG TERCINTA INI.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun