Sebuah tayangan video amatir kembali menggegerkan masyarakat, kali ini video yang memperlihatkan sebuah kegiatan perploncoan yang dilakukan mahasiswa senior kepada mahasiswa baru (maba) salah satu Universitas di Sumatera. Dalam tayangan tersebut tampak maba disuruh jalan jongkok, menunduk dan tiarap sembari sang senior menginjak punggung maba tersebut. Kejadian tersebut mengingatkan kita kembali atas kejadian perploncoan di STPDN atau sekarang bernama IPDN.
Ibarat luka lama yang kembali tergores, proses orientasi maba di kampus yang tidak lepas dari kekerasan seakan menjadi sesuatu yang terus terulang. Orientasi yang seyogyanya dijadikan proses untuk mengenal dan memahami kampus sebagai lingkungan akademis serta mekanisme yang berlaku di dalamnya, dan menambah wawasan maba terkait penggunaan sarana prasarana akademik, serta menumbuhkan tanggung jawab akademik termasuk di dalamnya norma-norma yang berlaku di kampus, ternyata masih menyimpan cara-cara lama yang tidak ada relevansinya dengan tujuan yang hendak dicapai.
Alangkah baiknya jika kegiatan ospek dikonsep dengan kerangka kegiatan yang terukur dan professional sehingga menjadi pengalaman yang menarik dan mengasyikan bagi maba. Dengan mengutamakan subtansi dari ospek itu sendiri, di sini peran penting panitia dalam mengemas kegiatan menjadi lebih enjoy and fun, karena pada dasarnya maba seperti halnya anak yang baru lahir sehingga perlu perlakuan yang baik dan terawat agar menjadi anak yang terdidik dan bebas dari trauma.
Keputusan Dirjen Dikti Nomor 38/DIKTI/Kep/2000 tentang Pengaturan Kegiatan Penerimaan Mahasiswa Baru di Perguruan Tinggi sebenarnya sudah melarang adanya kegiatan lain dalam penerimaan mahasiswa baru selain berkaitan dengan akademik. Bahkan secara tegas apabila melanggar dapat diberi sanksi, artinya plonco sebagai salah satu kegiatan penerimaan mahasiswa baru sangat tidak dibenarkan dan pelaku bisa diberi sanksi tegas.
Tradisi plonco rasanya sudah tidak relevan di dalam dunia pendidikan saat ini, karena bagaimanapun kegiatan plonco terlebih dengan kekerasan akan menyisakan kesan buruk bagi maba. Dampaknya memungkinkan kecenderungan untuk meluapkan hal yang sama bahkan lebih buruk kepada maba tahun berikutnya sehingga melangggengkan tradisi plonco di dunia pendidikan Indonesia khususnya perguruan tinggi.
Sebaliknya apabila orientasi maba tersebut dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan dan santai serta tanpa mengurangi substansi dari kegiatan tersebut, maka akan menyisakan kesan yang mengasyikan bagi maba. Efeknya kegiatan selanjutnya pasti akan lebih baik karena secara naluri manusia selalu punya keinginan yang “lebih” dari sebelumnya. Sekarang tinggal pilihan kita, mau lebih buruk atau lebih baik?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H