Mohon tunggu...
syahrul fitra
syahrul fitra Mohon Tunggu... -

alumni fakultas hukum universitas anadalas

Selanjutnya

Tutup

Catatan

4 Pilar Kehidupan Bernegara, Bukan Sebatas Wacana

1 Maret 2012   04:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:42 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik ketika penulis mengikuti seminar nasional pada tanggal 28 Februari 2012 yang diadakan MPR RI bekerjasama dengan Universitas Negeri Padang (UNP) dengan tema “Empat Pilar Kehidupan Bernegara sebagai Solusi Harmonisasi Hubungan Antara Lembaga Negara dalam Sistem Ketatanegaraan di Indonesia”. Seminar yang dibuka langsung oleh wakil MPR RI Hajriyanto Y. Thohari ini di isi dengan pemateri-pemateri yang berkompeten dalam bidangnya masing-masing dengan pemateri pertama Ir. HM. Lukman Edy, M.Si (Ketua FPKB MPR RI) yang menjelaskan terkait posisi 4 (empat) pilar kehidupan berbangsa, yaitu Pancasila, UUD NRI 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Dari penyampaian pemateri yang pertama ini satu hal yang menarik ialah terkait kondisi lembaga Negara yang ada saat ini dianggap membebani keuangan Negara, dimana setiap tahun, anggaran keuangan untuk lembaga nonstruktural semakin meningkat, tahun 2008 pemerintah menganggarkan sekitar Rp 2,81 triliun, tahun 2009 sebesar Rp 3,42 triliun, dan tahun 2010 alokasi anggaran menjadi Rp 14,9 triliun untuk 85 lembaga (Lukman Edy;2012).

Penyampaian pemateri yang perlu menjadi perhatian juga ketika itu ialah terkait guyonan yang disampaikan oleh salah seorang pemteri dari pihak komisi III DPR RI yaitu Yabdil Abdi Harahap yang ketika itu mengatakan “…adanya anggota DPR yang menerima dana-dana yang tak jelas, itu isu.., walaupun itu adanya…” sepintas hal itu merupakan guyonan akan tetapi jika lebih di cermati lagi ada makna dari pernyataan tersebut terkait kondisi kelembagaan di DPRitu sendiri, beberapa waktu belakangan ini memang telah menjadi sorotan publik terkait beberapa pemberitaan di media.

Dari dua pernyataan di atas sangat menarik, terlebih jika kita kaitkan dengan pembahasan empat pilar kehidupan berbangsa tadi, khususnya dalam harmonisasi antar lembaga Negara. Pernyataan pertama, pada pernyataan ini lebih memperlihatkan dampak dari banyaknya lembaga Negara yang di bentuk beberapa tahun belakangan ini, salah satu dampak dari pembuatan lembaga itu ialah membengkaknya anggaran yang dikeluarkan Negara untuk tiap-tiap lembaga tersebut, dan peningkatan itu sangat drastis pada tahun 2010. Jika dilihat dari fungsi dan kewenangan dari masing-masing lembaga yang dibentuk tersebut banyak sekali terdapat tumpang tindih kewenangan, seperti antar lembaga Kepolisian dan Kejaksaan dengan KPK, yang sama-sama memiliki kewenangan dalam hal penyelidikan dan penyidikan. Selain itu adanya beberapa lembaga yang dibentuk tapi tidak terlalu berperan seperti lembaga Ombudsman. Seharusnya lembaga-lembaga seperti di atas, khususnya yang benar-benar tidak berperan sama sekali mesti dipertimbangkan lagi keberadaannya, hal ini relefan dengan kondisi yang telah dipaparkan sebelumnya, karna semakin banyak lembaga yang di bentuk maka semakin besar pula pengeluaran Negara, seperti untuk pembayaran operasional dan internal dari lembaga itu sendiri. Benar pendapat yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga itu di bentuk akibat ketidak mampuan dari lembaga yang telah ada dalam melaksanakan tugasnya, akan tetapi pembentukan lembaga baru bukanlah solusi satu-satunya dalam mengatasi hal tersebut, terlebih jika kebijakan itu akan merugikan Negara dari sisi lainnya.

Pernyataan kedua, yang disampaikan oleh salah seorang komisi III DPR RI tersebut melihatkan adanya kepasrahan atas kondisi yang ada di tubuh lembaga legislatif Negara tersebut. Terlebih dengan beberapa kasus yang menimpa lembaga ini, seperti dugaan kasus korupsi yang melibatkan beberapa anggota DPR RI seperti Nazaruddin, Agelina, dan saat ini ketua KPK Abraham Samad juga menyampaikan ada beberapa dugaan korupsi terkait rekening gendut dari beberapa pejabat DPR RI. Akan tetapi jika kita merujuk kepada penyampaian Prof. Prayitno dalam acara yang sama, sebenarnya persoalan bangsa ini dapat dijawab dengan adanya pengamalan dari pemaknaan butir-butir Pancasila di tambah dengan adanya pilar kelima menurut Prof. Prayitno yaitu Iman dan Takwa. Selain itu Prof. Prayitno selaku guru besar bidang pendidikan selalu menekankan dalam penyampainnya bahwa dari empat pilar itu yang perlu penekanan ialah terkait pemahaman dari butir Pancasila, sebagaimana pengembangan dari 36 butir wujud penghayatan dan pengamalan pancasila, oleh BP-7 Pusat, dan dalam hal ini juga disampaikan dalam pemaknaan pancasila jangan dilakukan secara membabi buta.

Dalam hal ini penulis sependapat dengan pernyataan Prof. Prayitno yang mengatakan persoalan bangsa ini ialah kurangnya pengamalan nilai Pancasila. Melihat kondisi kenegaraan saat ini yang disebut-sebut oleh beberapa kalangan sebagai Negeri Auto Pilot, yang pejabat-pejabatnya terkesan tidak peduli dengan persoalan-persoalan yang dialami masyarakat, kepedulian dalam hal ini bukan hanya kepedulian ketika akan kampanye/ akan dilakukan pemilihan saja. Hal itu menguatkan sebenarnya yang menjadi permasalahan ialah orang/aparat pemerintah itu sendiri, teruma mulai hilangnya rasa malu atas kesalahan yang dilakukan.

Menurut hemat penulis penyebab terjadinya problematika hubungan lembaga Negara, akibat adanya tumpang tindih kewenangan, selain itu terkait moral yang rendah dari pejabat Negara itu sendiri, dan inilah sebenarnya inti dari persoalan yang kerap kali muncul belakangan ini. Pada dasarnya tumpang tindih kewenangan itu tudak akan menjadi permasalahan jika pejabat-pejabat yang ada di dalamnya itu dalam mengatasi permasalahan selalu berlandaskan kepada nilai-nilai/moral. Selain itu kembali mengutip pendapat Prof. Prayitno yang menyebutkan bahwa sekarang ini juga muncul gejala Anti-Karakter-Cerdas dengan salah satu gejalanya berdampak dalam bidang hukum, yaitu munculnya ketidakadilan, penegakan hukum lemah, mafia hukum, pengutan liar, suap, pungli, dan korupsi. Dan sikap anti karakter cerdas itu sebenarnya bisa dihindari apabila kembali kepada landasan moral itu sendiri.

Satu hal terkait kegiatan yang dilakukan oleh MPR RI ini, semoga tidak dilakukan sebagai upaya penghabisan anggaran semata, selain itu mudah-mudahan masukan-masukan yang muncul dalam pertemuan tersebut benar-benar bisa di realisasikan atau minimal dibahas dalam sidang di MPR RI, bukan hanya masuk sampah tanpa arti. Karna tidak aka nada arti jika kegiatan ini hanya dijadikan upaya seremonial belaka, maka tidak akan jauh beda MPR RI dengan lembaga lain yang tidak terlalu strategis yang hanya menambah pengeluaran Negara. Selain itu mudah-mudahan hal ini bukan hanya sebatas wacana, tapi bagaimana empat pilar ini bisa dimaknai dan diaplikasikan oleh MPR RI sendiri dalam menjalankan peran kenegaraannya, karna perubahan tidak akan terwujud jika tidak dimulai dari sendiri, sehingga hal ini haruslah dimulai dari lingkungan MPR RI terlebih dahulu, dan jangan memaksakan ke masyarakat jika MPR selaku pihak yang mensosialisasikan hal ini tidak mampu menerapkan terlebih dahulu.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun