Mohon tunggu...
Azri Syahrul Fazri
Azri Syahrul Fazri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis adalah hobi, Membaca adalah kebutuhan, Mengabadikan adalah sejarah

Yang lebih sulit dari mencari ide adalah bagaimana ia dapat menuangkan idenya ke dalam tulisan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Indonesia Perlu Memberantas Tipikor dan Suap dengan Independensi Pengawas

25 April 2022   23:07 Diperbarui: 25 April 2022   23:10 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Sepanjang tahun 2004-2021 terdapat 761 kasus suap terjadi di Indonesia. Kasus tersebut berdasarkan data penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kasus tersebut banyak dilakukan oleh pihak swasta terhadap negara sebagai lembaga yang memiliki wewenang. Yang paling riskan, sebanyak 281 kasus dilakukan oleh anggota DPR dan DPRD.

Di Indonesia sendiri terdapat tiga elemen penting dalam tatanan dan pengelolaan pemerintahan. Tiga elemen itu diantaranya pemerintah, swasta, dan masyarakat (Civil Society). Di mana ketiganya memiliki korelasi yang menekankan pada kolaborasi dalam kesetaraan dan keseimbangan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Sehingga hal tersebut menghasilkan sebuah paradigma bernama Governance. Dengan mengedepankan akuntabilitas, transparansi, keterbukaan dan aturan hukum sehingga bisa mencapai tujuan dan prinsip yang diangkatnya. Artinya dalam governance perlu ada sinergi dan kontruksi yang saling berkaitan antara ketiga elemen tersebut.

Implementasi paradigma ini seringkali terjadi penyalahgunaan yang akibatnya malah merugikan banyak pihak. Meskipun ada korelasi dan kerja sama antar berbagai pihak, potensi terjadinya berbagai kasus seperti korupsi dan suap tidak menutup kemungkinan terjadi. Esensi korelasi, kerja sama, sinergi, dan konstruksi malah disalahgunakan ke dalam hal-hal yang bersifat negatif.

Secara struktural, sebenarnya Indonesia memiliki lembaga yang melakukan pengawasan dan penindakan terhadap kasus tipikor ataupun suap. Lembaga tersebut diantaranya Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Memang secara fungsional esensi dari BPK melakukan pengawasan terhadap arus transaksi keuangan, apalagi arus transaksi keuangan antara pemerintah dan swasta. Namun yang menjadi persoalan, BPK tersebut secara struktural masuk ke dalam birokrasi goverment (pemerintahan). Potensi timbulnya kerjasama kurang sehat dan intervensi penguasa terhadap badan tersebut tak akan bisa terelakkan. Secara rasional, jika terjadi penyimpangan yang dilakukan antara pihak pemerintah dan swasta maka intervensi penguasa bisa saja terjadi, apalagi dalam rangka mengamankan supaya isu penyimpangan yang dilakukan tidak terungkap.

Selain itu, ada lembaga yang bertugas menindak tipikor dan suap yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun esensi lembaga ini hanya melakukan tindakan ketika kasus telah terjadi. Artinya lembaga ini tidak berwenang secara utuh dalam proses pengawasan. Padahal dulu lembaga ini merupakan lembaga yang independen dalam tugas dan wewenangnya. Namun saat ini, seluruh anggota KPK secara formal harus berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Itu menjadi cerminan bagi kita, bahwa kini lembaga tersebut secara tidak langsung terikat pada birokrasi pemerintahan. Akbitnya potensi kongkalikong antara berbagai pihak bisa saja terjadi, itu menyebabkan nilai kejujuran dan trasparansi terhadap publik luntur di Indonesia ini. Maka potensi tipikor dan suap di negeri ini akan sulit dibendung jika semua lembaga terkait telah terikat pada birokrasi pemerintahan.

Untuk mengatasi tipikor dan suap yang terjadi antara berbagai pihak baik itu pemerintah dengan swasta maupun pemerintah dengan elemen masyarakat, maka perlu ada lembaga independen resmi yang bertugas mengawasi dan menindak secara keseluruhan tanpa pandang bulu. Selain itu, perlu ada aturan hukum yang lebih ketat yang dapat mengatur secara preventif dan represif bagi para pelakunya. Dengan begitu, setidaknya ada kekhawatiran yang timbul jika terdapat oknum yang mencoba melakukan tindakan tipikor dan suap.

Selain lembaga independen dan aturan yang ketat, tentu perlu ada Undang-undang bagi para pengawas sekaligus penindak. Undang-undang atau aturan tersebut bermaksud untuk melindungi hak dan keselamatan para anggota di lembaga tersebut. Karena dikhawatirkan keselamatan terhadap lembaga dan setiap komponen yang ada di dalamnya menjadi terancam akibat karena ingin mengungkapkan kebenaran.

Dengan adanya lembaga pengawas independen tersebut, arus korelasi dan kerja sama antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dapat terawasi dengan baik dan lebih terpantau. Maka tindakan tipikor dan suap di Indonesia dapat berkurang seiring dengan majunya industri di era globalisasi saat ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun