Bahkan kala pohon-pohon telanjang
di halaman menangis
karena mereka kedinginan,
bahkan ketika mereka berubah hutan,
bersandar dari satu ke yang lain--
tak ada hubungannya dengan mereka,
aku takkan tergerak untuk membuka pintu meski hanya sekali;
seperti seekor ruminansia,
yang kubawa hanyalah kematian untuk dikunyah.
Telah kuhabiskan musim dingin ini dengan nyaman, berbaring.
Saat aku kehilangan seseorang
yang kucinta. Â
Mencintai Langit
Aku mencintai langit,
tapi agaknya cinta itu terlalu menguasaiku,
takjub akan kilaunya.
Turunnya hujan atau salju
selalu membuat hidupku repot.
Rumah rendah, pakaian tipis
takbisa menghindari tatapan
tajamnya bekas-bekas luka.
Semuanya membiru.
Mungkin bekas kerinduan
pada warna kulitnya.
Hari ini, di kamarku yang tenang,
di bawah naungannya yang lembut,
aku menulis puisi tentang dia seperti ini; apakah karena dia juga mencintai napasku?
Tembang Cinta untuk Bukit Perbatasan
Di kedalaman musim dingin,
sewaktu aku melewati Hangyeryong,
bukit perbatasan, bersama orang yang kucinta, aku masuk ke dalam
badai salju yang tak terduga.
Beberapa saluran berita bersaing
untuk mereportasekan salju terparah dalam sedekade. Terbatuk-batuk bersama,
mobil-mobil kembali ke tempat,
tapi aku memilih bertahan,
dilewati batas-batas Hangyeryong.
Oh, pengasingan yang membutakan-- yang jadi takdirku, bukan kaki-kakiku, yang berpijak di sini,
dalam dongeng daratan yang dikelilingi salju di keempat penjurunya.