Kepada Leya, pemilik kepala
di mana bayangan saya ingin tinggal.
Aku menulis sebuah pesan
setelah sajak-sajak dari para penyair  hanya mengajariku
kesepian yang lebih gigil,
dan lebih koyak.
Engkau membuatku
memahami segalanya
melalui ciuman-ciuman yang panjang.
Yang hanya terjadi di dalam bayanganku.
Sampai aku
kau lumat habis
seperti hari-hari yang singkat.
Dari hati yang terdalam,
kalimat ini berasal
buat kau seorang;
pada rambut kau yang lurus
dan tubuh kau yang mungil itu,
Kecup dan pelukku ingin menyala
dan membara
sehangat api di tungku
pada musim badai
yang kelewat abadi.
Dan dari hati yang terdalam pula,
pesan ini kukirimkan
kepada engkau;
dengan kalimat tebal sebagai pembuka
buat mata kau yang merah muda
yang keindahannya
melebihi laut.
Kutulis ini tanpa kesedihan
atau perasaan sia-sia di sela-sela
kosong pada tiap baris dan hurufnya.
Sambil membayangkan,
dengan hati terdalam,
Sewaktu kau membacanya, menghadap ke arah pantai
atau pegunungan Â
yang telah kulemparkan seluruh
keheninganku di antara keduanya.
Aku membayangkan senyuman kau
ketika membaca semua ini.
Sampai-sampai semua kesepian
dan kesedihanku
menjadi sebatas bualan
bagi sajak-sajak yang putus asa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H