Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Resepsi Pernikahan dan Sakit Gigi

26 Oktober 2019   12:52 Diperbarui: 26 Oktober 2019   13:16 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: pexels on pixabay.com

Saya akan datang. Begitulah yang saya katakan padanya di telepon kemarin, atau entah kapan. Saya sendiri tidak mengerti apa yang membuat saya berkata demikian. Kalimat itu seolah terlontar begitu saja dari mulut saya.

Saya akan datang. Ya, tapi sekarang saya tidak berpikir demikian. Pagi ini, ketika cukup lama saya tidak memeriksa kotak surat, undangan yang dia maksud ternyata sudah bersarang di sana. Dan kemudian saya mulai berpikir, apakah sebaiknya saya memang tidak usah datang. Masih banyak hal yang lebih layak untuk saya kerjakan ketimbang menyakiti diri sendiri dengan menghadiri pesta pernikahan -terlebih pernikahannya. Seperti menyetrika baju, misalnya. Atau membersihkan toilet. Atau pergi ke dokter gigi.

Gigi saya saya sakit dan berlubang. Kemarin malam adalah puncak dari rasa sakit yang tak pernah saya bayangkan. Tapi ini tak seberapa ketimbang menyaksikan dia bersanding dengan lelaki lain.

Saya akan datang. Akh! Tidak. Saya tak bisa. Tapi saya harus mencari alasan. Dia mesti tahu jika saya tidak memiliki setrika, atau saya cukup tolol dalam menjaga kebersihan. Dia tidak akan percaya jika saya katakan bahwa saya tidak bisa datang karena saya harus membersihkan kamar mandi seharian.

Saya harus memikirkan alasan lain. Ah, saya terpikir sesuatu. Barangkali dia akan percaya kalau saya bilang padanya bahwa saya harus pergi ke dokter gigi. Itu terdengar cukup brilian. Saya pikir saya akan meneleponnya malam minggu ini.

Saya sungguh tidak ingin mengecewakannya lagi untuk yang kesekian kali. Saya tak boleh terus-terusan menghilang tanpa memberinya kabar atau kepastian.

Saya kira dia akan memaklumi alasan saya jika saya berdalih saya tidak jadi datang karena saya sedang sakit gigi atau saya harus pergi ke dokter gigi. Toh dia tahu benar kalau saya suka makan cokelat dan permen. Atau, dia tahu persis kalau saya sering lupa menggosok gigi.

Saya sendiri tidak mengerti kenapa setelah dia dimiliki oleh orang lain, niatan saya untuk menjaga perasaannya justru bertumbuh. Padahal dulu saya gemar sekali membuatnya kecewa. Nyaris tak ada perlakuan istimewa dari saya untuknya. Saya sering membuatnya menunggu berlama-lama, bahkan beberapa kali saya tidak datang menemuinya. Entah karena ketiduran atau lupa. Saya bahkan cukup sering tertinggal dompet hingga membiarkannya membayar seluruh makanan yang kami pesan. Saya teramat sering membuat dia patah hati. Saya kira begitu.

Dan sekarang, saya pikir saya sudah mendapat balasan yang setimpal. Pada akhirnya dia meninggalkan saya. Membuat surat-surat yang sudah saya kirim sebagai ucapan maaf menjelma sebagai bukti penyesalan yang tidak lagi mengenal kemakluman darinya.

Entah bagaimana saya akan mengatakannya di telepon nanti. Mungkin lebih baik kalau saya berdehem dulu? Atau mengucap salam dulu? O, atau barangkali saya mesti menyapanya dengan ungkapan bahasa Inggris. Karena saya tahu dia pandai berbahasa Inggris. Atau saya gabungkan saja semuanya?

"Ehmm. Assalamualaikum. Good evening, Ara. Maaf sepertinya saya tidak jadi datang."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun