Apa yang tersisa?
Tidak ada. Kerikil jalanan punya cara tersendiri untuk dibunuh. Seperti diinjak oleh manusia sedih yang menyimpan manusia lain di dalam kepalanya, semacam saya. Dan tiang listrik hanya bicara omong kosong tentang badut penghibur yang malah menangis ketika saya tertawa.
Tidak ada.
Tidak ada yang tersisa. Aroma parfum dan bekas lipstik yang menempel pada bantal atau kaca jendela sudah pudar disapu angin, dimakan rayap atau dibasuh langit yang selalu menyimpan cemas pada sebuah amplop di dalam kantong berwarna pucat milik tukang surat. Tapi tidak di dalam kepala saya.
Tidak ada yang tersisa.
Selain di dalam kepala saya, tentang siluet sosok perempuan yang pandai menyembunyikan diri dari ucapan selamat tinggal yang lebih terdengar seperti hitungan angka satu sampai sepuluh. Dan ketika saya membuka mata, dia sudah tidak ada.
Dalam permainan menghilang ini saya selalu gagal. Saya menjadi yang pertama ditemukan dan saya lah yang paling lama mencari.
Tidak ada yang tersisa. Selain perasaan sekarat dari sebutir kerikil yang diinjak oleh manusia yang menyimpan manusia lain di kepalanya, hingga hancur dan patah. Hingga tak tersisa apa-apa lagi.
Tidak ada yang tersisa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI