Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Kau Akan Punya Satu Anak dan Aku Akan Merindukanmu

11 April 2019   16:08 Diperbarui: 13 April 2019   18:40 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku selalu membanggakan kelebihan ini; kau bisa menyakitiku berkali-kali dan aku tidak merasa sakit. Aku bisa menjadi tangguh dan bodoh. Atau seperti saat kau datang ke rumahku dan menertawakanku yang tersesat di dalam rumah sendiri. Salah tingkah karena diperhatikan oleh orang yang kita sukai memang terdengar sangat tolol. 

Selain itu, aku gemar sekali melakukan hal yang sia-sia. Seperti datang ke acara pernikahanmu dengan wajah berbingkai senyum palsu, mengucapkan selamat berbahagia ketimbang selamat tinggal. Kau tersipu. Mungkin di dalam hatimu masih menertawakan aku atau kesepian yang tak kunjung tanggal. Padahal kau yang paling tahu sejak jauh-jauh hari kalau aku ini orang yang tidak mahir berpura-pura. 

Pernah suatu hari kita bicara perihal punya anak. Kauingin punya anak tunggal, sementara aku ingin punya banyak. Lalu kau merungut-rungut, menghentak secangkir teh yang telah dingin. Aku tak tahan, aku setuju. Kita hanya akan punya anak satu. 

Juga sewaktu kita lama tak bertemu, dan kau meledekku sebagai orang yang paling tidak bisa menahan temu. Katamu aku terlalu rindu hingga aku merasa begitu malu. Kau menertawakan aku. Katamu lagi, aku selalu terlihat lucu kala pura-pura setuju atau saat merasa malu. Kita memang sering berbeda persepsi tentang banyak hal dan kau selalu mengalahkanku untuk membiarkanmu menang. 

Jika aku ingat-ingat lagi, itu sangat menjijikkan. Tapi jadi terasa menyedihkan saat aku memikirkan kau yang akan punya satu anak dengan orang lain. 

Aku tidak bisa membayangkan kalau kalian punya banyak. Dan sebaiknya memang tidak. 

Kau akan menua bersama orang yang tak kukenal, sementara aku hanya duduk di bangku taman kota yang mulai kehilangan warna. Kesepian bisa terasa lebih menyedihkan saat aku memikirkan seperempat abad usia hidup yang aku habiskan untuk menemukanmu. 

Aku merasa aneh dan bebal sekali. Padahal melakukan hal bodoh dan sia-sia ialah keahlianku, selain mencintai kau sepenuh dan selama ini. 

Tapi, untuk terakhir dan sekali ini, tanpa terpaksa dan berpura-pura. Aku setuju denganmu. Bahwa aku memang tak pandai berpura-pura. Bahwa memang lebih baik kalau kau hanya punya anak satu. Bahwa kadang-kadang aku memang masih merindukanmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun