Mohon tunggu...
Syahrul Chelsky
Syahrul Chelsky Mohon Tunggu... Lainnya - Roman Poetican

90's Sadthetic

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mencintaimu Terlalu Dalam

22 Januari 2017   02:20 Diperbarui: 22 Januari 2017   02:38 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku tidak bisa tidur malam ini, dan aku berpikir aku ingin menulis sesuatu, untuk mengurangi beban di kepala karena beratnya memikirkanmu. Aku mulai berpikir jika aku telah berada di bagian akhir untuk bisa menahan sakitnya merindukanmu di setiap kali aku bangun tidur ketika pagi, atau untuk bisa menahan diri di dalam do’a yang kutitipkan pada Tuhan di setiap senja. Aku bukannya tidak akan mencintaimu seperti hari-hari sebelumnya, ataupun akan mengurangi kadar cinta yang sudah ada, hanya saja rindu ini begitu menyiksa.

Memilikimu tak ada bedanya dengan sebuah perjalanan panjang atau mencoba untuk menyeberangi lautan, kupikir bahkan aku belum sampai separuh jalan. Aku bukan ingin menyerah , tapi rindu ini begitu mencekikku. Aku ingin melupakanmu tanpa bermaksud mengurangi sedikitpun rasa cinta di hatiku. Sudah empat tahun aku menyimpanmu di kepalaku. Aku menunggumu dengan rapuh, tidak pernah terlalu yakin bahwa kamu akan kembali dan mau menghangatkan hati yang dingin ini. Namun aku tetap menunggumu sepanjang tahun.

Hingga rasa jenuh dan dingin ini memelukku terlalu lama. Aku mulai berpikir untuk mengikhlaskan senyumanmu tenggelam dalam pelukan orang, kudengar kamu sudah menikah dan kamu benar-benar sudah bahagia sekarang. Aku memang masih belum berubah, masih sibodoh yang pecundang. Aku lebih memilih untuk bisu dan memendam cinta ini hingga basi, sampai kemudian kamu pergi.

Jika pada akhirnya kita memang dua insan yang tidak ditakdirkan bersanding oleh Tuhan, aku akan melepaskanmu secara perlahan. Namun aku tidak bisa berjanji bahwa cinta ini akan hilang atau berkurang. Aku tidak akan lagi meminta Tuhan untuk membawamu kembali agar aku bisa menyatakan cinta ini lebih awal layaknya seorang lelaki, atau mendoakan namamu dan namaku agar berdampingan suatu saat nanti. Aku hanya ingin menemukan sosok yang akan menjadi pendamping hidupku dengan segera, aku ingin menatap dalam matanya dan berkata: “Ma’af, di hatiku kamu hanya akan menjadi yang kedua,” aku berharap dia bisa menerima cacat hati yang kuderita.

Namun aku akan mencintainya di sisa usia, meski mungkin tak bisa secinta aku kepadamu, aku  akan menikahinya dan mengusap-usap kepalanya di malam-malam hari, di setiap  kali dia merasa kecewa karena memiliki aku—lelaki yang terjebak terlalu dalam pada  kenangan masa lalu. Mungkin dia sangat terluka dan yang bisa kulakukan hanya menenangkannya tanpa bisa memberikan sepotong hati yang utuh untuknya.

Aku memang terlalu mencintaimu. Ketika Tuhan sudah menciptakan sebuah garis yang memisahkan kita, semua kenangan tentangmu akan mencoba untuk menghapusnya, membuatku berpikir bahwa sebenarnya kita tidak pernah terpisah sejauh itu, meski kenyataannya kamu sekarang telah menjadi seorang Istri dan  bersama keluarga barumu di pulau Jawa. Mungkin aku memang tidak akan pernah bisa melupakanmu, namun dalam luasnya jarak antara Jawa-Kalimantan, aku ingin menyampaikan bahwa aku masih mencintaimu hingga sekarang, dan sedikitpun belum berkurang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun