Â
Hai! Kemarilah, duduk disampingku. Aku ingin berpetualang denganmu tanpa harus meninggalkan teras rumahmu. Terimakasih atas anggur yang kau tuang untuk temani tualang kita. Ambil ini untukmu, bunga tulip ibumu yang ku petik di taman rumahmu, sampaikan maafku pada ibumu. Langsung saja mari berpetualang. Â Â Â Â Â Â Â
Bayangkan di sore menuju malam temaram, kita sedang duduk di padang rumput yang sangat luas. Duduk diatas tikar kotak-kotak berwarna merah muda dan putih tulang. Melihat di sisi barat matahari mulai tergelincir turun, sementara di timur kita melihat seorang penggembala sedang menuntun ternaknya kembali kekandang.Â
Kau tampak sangat cantik dengan gaun putih dan topi boater anyaman jerami yang di buat oleh nenekmu. Sementara aku menggunakan setelan kemeja yang senada denganmu dan topi fedora warisan kakek buyutku. Kau menyiapkan roti dengan isi selai kacang kesukaanku. Tidak lupa aku menuangkan teh manis yang kita bawa ke cangkir kecil.
" Mari bersulang: begitu katamu. Kita menghabiskan roti isi dan teh sembari berbincang hangat. Kau bercerita kepadaku tentang indah masa lalumu. Masa lalu Bersama pria yang kau anggap kekasihmu. Pria yang kau kira paling mencinta, padahal dia pembawa duka. Dia memberimu luka yang menganga, dan katamu aku adalah orang yang berhasil menutupnya.
Jika kau bercerita tentang masa lalumu, aku ingin berbincang tentang sekarang dan masa depan kita. Ketika aku bertemu denganmu, Tuhan menjadikanku orang paling beruntung di dunia ini. Di dalam ketulusanmu aku belajar mencintai, di dalam paras cantikmu aku belajar menulis puisi. Kau adalah jawaban tuhan  atas doa  untuk Bahagia.
Tentang ucapan selamat pagi, selamat siang ataupun selamat tidur, ada pesan yang ingin ku sampaikan. Jika selamat pagi, aku ingin menjadi manusia paling kau ingat, Â setelah kau bersyukur kepada tuhan atas pagi yang indah. Sementara selamat siang, aku ingin menjadi orang yang membuatmu tersenyum ketika istirahat siang setelah kau penat bekerja. Lalu untuk selamat tidur, aku ingin manjadi orang terakhir yang kau pikirkan, sebelum lelap tidurmu.
Indah memang, tetapi itu hanya imajiku. Tentang duduk berdua di teras rumah dan duduk berdua di padang rumput. Untuk sementara aku sepakat dengan apa yang dikatakan Maulana Rumi, aku memilih mencintaimu dalam diam, karena dalam diam tak kan ada penolakan.Â
Karena aku takut jika kelak bukan takdir terbaikmu. Tapi aku juga takut apa yang dikatakan Djoko Darmono tentang mencintai dengan sederhana benar-benar terjadi. Aku tak ingin mencintaimu dengan sederhana dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu.
Ini semua perihal waktu dan pantaskah aku disandingankan denganmu. Lebih baik begini dulu, aku mempersiapkan diri agar kelak jadi takdir terbaikmu. Jika memang kau tidak di takdirkan bersamaku aku tidak akan menyesali itu. Sesalku bukan tentang tak bisa memilikimu, tapi tentang tak ada kesempatan untuk membahagiakanmu. Aku akan membohongi diriku bahwa tingkat tertinggi mencintai adalah menghihlaskan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H