Mohon tunggu...
Syahrul NeezaAryana
Syahrul NeezaAryana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

memikirkan hal baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manusia, Alam, Leluhur, dan Sang Pencipta dalam Tradisi Saparan di Desa Ngrawan

14 Februari 2024   18:12 Diperbarui: 14 Februari 2024   18:14 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Di Desa Ngrawan, terdapat tradisi yang disebut Saparan yang telah berlangsung sejak lama. Saparan merupakan sebuah perjumpaan yang melibatkan empat unsur penting dalam kehidupan manusia, yaitu manusia itu sendiri, alam, leluhur, dan Sang Pencipta. Tradisi Saparan diawali dengan kegiatan bersih-bersih di sumber air Mbalong. Warga Desa Ngrawan datang ke sumber air ini membawa sesajen, sajian makanan, serta doa untuk kemudian melakukan makan bersama. Kegiatan ini menjadi bentuk rasa syukur dan penghormatan kepada Sang Pencipta atas segala pemberian-Nya, seperti tanah yang subur, sumber air yang berlimpah, udara yang sejuk, serta kehidupan yang berkecukupan.

Seluruh warga Desa Ngrawan juga turut berpartisipasi dalam tradisi Saparan ini dengan membuka pintu rumah mereka lebar-lebar. Siapa saja, termasuk tamu, diizinkan untuk datang ke rumah warga dan menikmati hidangan yang telah disediakan. Sebagai aturan, tamu yang datang tidak perlu membawa pulang makanan, sehingga peraturan "Ora entuk bali nek durung madhang" diberlakukan. Saparan bukan hanya sekadar perayaan semata, tetapi memiliki makna yang lebih dalam. Tradisi ini merupakan pertemuan antara manusia dengan sesama manusia, manusia dengan alamnya, manusia dengan leluhurnya, dan manusia dengan Sang Pencipta. Saparan menjadi pengingat bagi manusia untuk senantiasa merawat kehidupan dan menjaga harmoni dengan alam dan leluhur mereka.

Seiring berjalannya waktu, pertanian di Desa Ngrawan mengalami perubahan. Pada era tahun 70-an, saparan dilakukan bersamaan dengan panen raya padi, karena pada waktu itu kawasan Lereng Telomoyo merupakan sawah yang menjadi lumbung pangan bagi warga Desa Ngrawan. Namun, perkembangan zaman menyebabkan pergeseran dalam sektor pertanian, dan saat ini warga Desa Ngrawan lebih banyak menggarap tanaman sayur-sayuran daripada padi. Oleh karena itu, kesepakatan bersama telah dibuat untuk merutinkan pelaksanaan Saparan di bulan Sapar. Saparan menjadi Hari Raya kedua bagi warga Desa Ngrawan. Pada hari tersebut, mereka membuka pintu rumah mereka lebar-lebar dan menyiapkan sajian lengkap, termasuk cemilan, makanan, dan buah-buahan. Sanak saudara, teman-teman, dan kenalan diundang untuk bersama-sama menikmati hidangan tersebut.

Selain menjaga hubungan dengan manusia dan Sang Pencipta, masyarakat Desa Ngrawan juga menjaga hubungan dengan alam melalui praktik yang ramah lingkungan. Masyarakat desa ini mayoritas peternak sapi, dan mereka memanfaatkan pupuk kandang dari sapi sebagai pupuk di pertanian. Selain itu, susu sapi yang diperas juga dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan produk sabun susu.

Dalam tradisi Saparan di Desa Ngrawan, terdapat kaitan yang erat antara tradisi tersebut dengan praktik pertanian berkelanjutan. Meskipun pertanian di desa tersebut telah mengalami perubahan dari fokus pada padi menjadi sayur-sayuran, masyarakat Desa Ngrawan tetap menjaga hubungan harmonis dengan alam melalui praktik yang ramah lingkungan.

Salah satu contohnya adalah penggunaan pupuk kandang dari sapi sebagai pupuk di pertanian. Masyarakat desa yang mayoritas peternak sapi memanfaatkan kotoran sapi sebagai sumber pupuk organik yang alami untuk memperkaya tanah pertanian. Pupuk organik ini membantu menjaga kesuburan tanah, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman tanpa mengandalkan pupuk kimia yang berpotensi merusak lingkungan.

Selain itu, masyarakat Desa Ngrawan juga memanfaatkan susu sapi sebagai bahan baku dalam pembuatan produk sabun susu. Dengan memanfaatkan susu sapi yang dihasilkan dari peternakan mereka, masyarakat tidak hanya mengoptimalkan penggunaan sumber daya alam yang ada, tetapi juga mengurangi limbah dan mempromosikan penggunaan produk alami yang ramah lingkungan.

Praktik pertanian berkelanjutan seperti ini membantu menjaga kelestarian alam dan menciptakan lingkungan yang sehat bagi pertumbuhan tanaman dan hewan. Melalui tradisi Saparan, masyarakat Desa Ngrawan tidak hanya merayakan hasil panen dan mengungkapkan rasa syukur, tetapi juga memperkuat kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan dengan alam dalam kegiatan pertanian mereka.

Tradisi Saparan di Desa Ngrawan tidak hanya menjadi perayaan semata, tetapi juga menjadi sarana untuk memelihara hubungan yang erat antara manusia, alam, leluhur, dan Sang Pencipta. Melalui tradisi ini, mereka mengungkapkan rasa syukur, menjaga harmoni dengan alam, serta menghormati dan mengenang leluhur mereka. Semoga tradisi Saparan terus dijaga dan menjadi pengingat bagi manusia untuk senantiasa merawat kehidupan di Desa Ngrawan. Selamat menunaikan Ibadah Saparan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun