Di sebuah gang sempit yang tak pernah sepi bisik-bisik tetangga, Santo mulai jadi bahan pembicaraan. Laki-laki yang dulunya biasa saja kini mendadak terlihat "berbeda." Pakaian rapi, motor matic baru, dan sering terlihat sibuk dengan ponsel di tangannya. Hal itu membuat tetangga mulai menyebar gosip. Â
"Pasti dia main *judol*!" bisik seorang ibu pada temannya. Â
"Iya, judi online! Duitnya banyak sekarang, ya? Padahal dulunya biasa aja," sahut yang lain, sembari mencibir. Â
Semua dugaan ini tak lepas dari kebiasaan Santo yang sering melakukan transaksi mencurigakan lewat aplikasi dompet digital. Pagi-pagi sekali, dia terlihat sibuk dengan ponselnya, mengetik angka-angka yang tak seorang pun tahu untuk apa. Malamnya, uang masuk ke rekeningnya. Ini membuat gosip berkembang liar. Â
Di warung kopi, Supri, teman lama Santo, mendengar gosip itu. Ia mendatangi Santo dengan wajah serius. Â
"To, jujur aja, lu dapet duit dari *judol* kan? Nggak apa-apa, gue nggak bakal ngadu," katanya sambil berbisik, takut didengar orang lain. Â
Santo tertawa kecil. "Apaan sih, Pri? Ngaco aja." Â
"Udah, gue tahu kok. Lu kan sekarang sering beli barang mahal. Orang kampung semua ngomongin lu!" Â
"Lagian, kalau iya kenapa? Urusan gue, kan?" Santo menjawab sambil tersenyum aneh, membuat Supri semakin yakin. Â
Desas-desus makin parah. Seorang tetangga bahkan mulai mendatangi rumah Santo. Â
"Santo, kamu ini kerja apa sebenarnya? Jangan sampai bikin malu keluarga, ya," ujar Bu Lili, tetangga paling berani bicara langsung. Â
"Bu, saya kerja halal kok. Saya nggak bakal bikin malu keluarga." Â
"Tapi semua orang bilang kamu main *judol*! Kamu transaksi apa tiap hari itu?" Bu Lili mendesak. Â
Santo hanya tersenyum sambil berkata, "Sabar, Bu. Semua bakal tahu nanti." Â
Hari itu tiba. Santo memanggil beberapa orang tetangga untuk datang ke rumahnya. Di halaman, sudah tersusun meja panjang dengan berbagai toples kaca berisi dodol berbagai rasa: original, durian, cokelat, bahkan rasa pedas yang unik. Â
"Bu Lili, Pak Budi, semuanya, ini alasan kenapa saya sering transaksi!" Santo tersenyum sambil menunjukkan ponselnya. "Saya jualan *dodol* lewat online. Nama mereknya 'Judol' -- *Jualan Dodol*! Makanya, tiap hari saya sibuk sama pesanan orang." Â
Semua orang terdiam. Wajah Bu Lili merah padam, sementara Supri hanya bisa menahan tawa canggung. Â
"Saya nggak main judi online, Bu. Saya cuma usaha kecil-kecilan. Alhamdulillah, untungnya lumayan buat beli motor baru." Â
Akhirnya, suasana mencair. Tetangga mulai meminta maaf dan bahkan membeli beberapa dodol dari Santo. Â
"Dodohnya enak juga, To," puji Supri sambil tertawa kecil. "Gue kira lu pemain judi, ternyata pebisnis dodol!" Â
Santo tersenyum lebar. "Makanya, jangan gampang suudzon. Dodol aja bisa jadi rezeki, Pri. Yang penting halal." Â
Sejak itu, tak ada lagi yang berani gosip soal Santo. Nama *Judol* pun jadi terkenal, tak hanya di kampung, tapi juga online.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H