Mohon tunggu...
Alkhan
Alkhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis pemula yang mencoba lebih baik

Dengan menulis, wawasan bertambah luas. Dengan membaca, yang sudah luas semakin bertambah luas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Takut Ketinggalan Mengubah Cara Hidup Kita

2 September 2024   08:45 Diperbarui: 2 September 2024   08:47 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

FOMO, atau "Fear of Missing Out," adalah fenomena psikologis yang semakin meluas di era digital. Istilah ini merujuk pada ketakutan atau kecemasan yang dirasakan seseorang ketika merasa tertinggal dari pengalaman, tren, atau informasi yang dialami oleh orang lain. Dalam dunia yang semakin terhubung melalui media sosial, FOMO telah menjadi fenomena yang memengaruhi cara kita berinteraksi, membuat keputusan, dan bahkan menjalani hidup sehari-hari.

FOMO bukanlah konsep baru, tetapi teknologi dan media sosial telah mempercepat penyebarannya. Dengan kemunculan platform seperti Instagram, Twitter, dan Facebook, kita kini memiliki akses tanpa batas ke kehidupan orang lain. Melihat teman atau kenalan yang menghadiri pesta, bepergian ke tempat eksotis, atau meraih prestasi tertentu dapat memicu perasaan tidak puas dengan kehidupan kita sendiri. FOMO sering kali dipicu oleh unggahan-unggahan ini, yang menampilkan momen-momen terbaik dari kehidupan orang lain, sehingga kita merasa seolah-olah kehilangan sesuatu yang penting.

Psikolog menyebut FOMO sebagai bentuk kecemasan sosial yang disebabkan oleh perbandingan sosial dan tekanan untuk selalu 'terhubung.' Kebutuhan untuk diakui dan dihargai oleh lingkungan sosial kita juga berperan dalam memperparah FOMO, mendorong kita untuk terus memantau media sosial dan mengikuti tren terbaru agar tidak merasa tertinggal.

FOMO dapat memiliki dampak signifikan pada kesejahteraan mental seseorang. Kecemasan yang muncul karena FOMO bisa menyebabkan stres, depresi, dan perasaan tidak puas yang berkepanjangan. Perasaan selalu ketinggalan atau tidak cukup baik dapat merusak harga diri dan membuat seseorang merasa terisolasi, meskipun mereka terhubung secara digital dengan banyak orang.

Selain itu, FOMO juga dapat memengaruhi pengambilan keputusan. Seseorang yang mengalami FOMO mungkin lebih cenderung membuat keputusan impulsif, seperti menghadiri acara yang sebenarnya tidak diinginkan, membeli barang yang tidak dibutuhkan, atau bahkan menghabiskan waktu dan energi untuk hal-hal yang sebenarnya tidak memberikan kepuasan jangka panjang. Keputusan ini sering kali diambil bukan karena kebutuhan atau keinginan sejati, tetapi karena dorongan untuk 'menyusul' orang lain.

Mengatasi FOMO bukanlah hal yang mudah, terutama di tengah budaya digital yang terus-menerus mendorong kita untuk selalu up-to-date. Namun, ada beberapa langkah yang bisa diambil untuk mengurangi dampaknya.

Pertama, membatasi penggunaan media sosial dan menetapkan waktu khusus untuk memeriksa platform ini bisa membantu. Dengan mengurangi paparan terhadap kehidupan orang lain, kita dapat fokus pada apa yang benar-benar penting bagi kita.

Kedua, membangun kesadaran diri adalah kunci. Dengan memahami bahwa apa yang kita lihat di media sosial sering kali hanyalah versi terbaik dari kehidupan orang lain, kita bisa mulai mengurangi tekanan untuk mengikuti segala hal yang orang lain lakukan. Menyadari bahwa setiap orang memiliki perjalanan dan prioritas yang berbeda dapat membantu kita merasa lebih puas dengan kehidupan kita sendiri.

Terakhir, penting untuk berfokus pada pengalaman dan hubungan yang nyata. Menghabiskan waktu dengan orang-orang terdekat, terlibat dalam hobi yang kita nikmati, dan merayakan pencapaian pribadi dapat memberikan kepuasan yang lebih mendalam dibandingkan mengejar tren atau membandingkan diri dengan orang lain.

FOMO adalah fenomena yang semakin umum di era digital, di mana koneksi konstan dan perbandingan sosial menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Meskipun sulit dihindari, memahami penyebab dan dampaknya, serta membangun kesadaran diri dan keseimbangan dalam penggunaan teknologi, dapat membantu kita mengelola FOMO dengan lebih baik. Pada akhirnya, hidup yang berpusat pada nilai dan tujuan pribadi akan membawa kepuasan yang lebih sejati dibandingkan sekadar mengikuti arus tren dan pengalaman orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun