Mohon tunggu...
Alkhan
Alkhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis pemula yang mencoba lebih baik

Dengan menulis, wawasan bertambah luas. Dengan membaca, yang sudah luas semakin bertambah luas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Ingin Menjadi Penyair

30 Juni 2024   14:18 Diperbarui: 30 Juni 2024   14:20 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Namaku Rendra, seorang pemuda berusia dua puluh enam tahun yang selalu merasa ada yang kurang dalam hidupku. Setiap hari kujalani dengan rutinitas yang membosankan: bangun pagi, bekerja di kantor, pulang malam, dan tidur. Di sela-sela itu, aku selalu merindukan sesuatu yang lebih, sesuatu yang bisa membuatku merasa hidup. Impian itu adalah menjadi penyair.

Sejak kecil, aku sudah jatuh cinta pada kata-kata. Aku ingat, waktu itu aku duduk di bangku sekolah dasar, seorang guru membacakan puisi Chairil Anwar, dan hatiku terpesona oleh keindahan dan kekuatan kata-kata itu. Sejak saat itu, aku sering mencoret-coret buku catatan dengan puisi-puisi yang kubuat sendiri. Namun, seiring bertambahnya usia dan tekanan hidup yang semakin besar, impian itu perlahan-lahan terkubur oleh tuntutan realitas.

Suatu hari, dalam perjalanan pulang dari kantor, aku melewati sebuah toko buku kecil yang baru saja buka. Aku memutuskan untuk mampir, hanya untuk melihat-lihat. Di sana, aku menemukan sebuah buku kumpulan puisi karya Sapardi Djoko Damono. Hatiku seolah-olah dipanggil kembali ke masa kecilku. Tanpa ragu, aku membeli buku itu dan membawanya pulang.

Malam itu, di kamar yang sunyi, aku mulai membaca puisi-puisi dalam buku itu. Setiap kata, setiap bait, seolah-olah berbicara langsung ke dalam hatiku. Aku merasakan kembali gairah yang pernah hilang. Aku tahu, inilah saatnya untuk mewujudkan impianku yang sudah lama terkubur.

Keesokan harinya, aku memutuskan untuk menghidupkan kembali mimpiku menjadi penyair. Aku mulai menulis lagi, mencurahkan semua perasaan dan pemikiran yang selama ini terpendam. Setiap malam, setelah pulang kerja, aku duduk di meja kecil di kamarku dan menulis puisi. Rasanya seperti menemukan bagian dari diriku yang hilang.

Tidak lama kemudian, aku menemukan sebuah komunitas sastra di kota tempatku tinggal. Mereka sering mengadakan pertemuan dan diskusi tentang puisi. Aku memutuskan untuk bergabung. Awalnya, aku merasa canggung dan ragu-ragu. Namun, dukungan dan semangat dari anggota komunitas membuatku merasa diterima dan percaya diri.


Salah satu anggota komunitas, seorang penyair terkenal bernama Pak Danu, menjadi mentor bagiku. Dia sering memberiku masukan dan kritik konstruktif tentang puisiku. "Menulis puisi itu bukan hanya tentang merangkai kata-kata indah, tapi juga tentang menyampaikan perasaan dan pemikiran yang mendalam," katanya suatu hari.

Dengan bimbingan Pak Danu, aku terus mengasah keterampilanku. Aku belajar untuk lebih peka terhadap perasaan dan pengalaman hidup, dan mengekspresikannya dalam bentuk puisi. Setiap puisi yang kutulis menjadi cerminan dari perjalanan batinku.

Suatu hari, komunitas sastra kami mengadakan lomba penulisan puisi. Aku memutuskan untuk ikut serta. Dengan hati berdebar-debar, aku menyerahkan puisiku. Hari pengumuman tiba, dan betapa terkejutnya aku ketika namaku disebut sebagai pemenang pertama. Rasanya seperti mimpi yang menjadi kenyataan. Aku berdiri di depan panggung, menerima penghargaan dengan perasaan haru dan bangga.

Kemenangan itu memberiku keyakinan bahwa aku bisa mewujudkan mimpiku. Sejak saat itu, aku semakin giat menulis dan mengirimkan karya-karyaku ke berbagai majalah dan media. Beberapa puisiku mulai dipublikasikan, dan namaku perlahan-lahan dikenal di kalangan pecinta sastra.

Perjalanan ini tidak mudah, tetapi aku belajar bahwa dengan tekad dan kerja keras, impian dapat menjadi kenyataan. Aku terus menulis, terus berkarya, dan terus mengejar impianku. Menjadi penyair adalah panggilan hatiku, dan aku tidak akan pernah berhenti mengejarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun