Mohon tunggu...
Syahrul Mumtaz
Syahrul Mumtaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Humble

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kakek Berusia 68 Tahun Divonis Penjara 4 Bulan

1 Oktober 2024   00:29 Diperbarui: 1 Oktober 2024   03:41 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai contoh kasus dalam hukum Indonesia di mana ketika tinjauan yuridis lebih dikedepankan tanpa mempertimbangkan tinjauan sosiologis, seperti kasus seorang kakek berusia 68 tahun bernama Samirin di Sumatera Utara divonis hukuman penjara selama 2 bulan 4 hari oleh Pengadilan Simalungun. Samirin dihukum akibat terbukti bersalah memungut sisa getah pohon karet di perkebunan milik PT Bridgestone. 

Ia terbukti mengambil getah seberat 1,9 kilogram yang jika dirupiahkan sekitar Rp 17.000. Getah itu akan ia jual kepada para pengumpul getah agar mendapatkan uang. Namun, belum juga ia meninggalkan area kebun, seorang petugas memergokinya dan membawanya ke pos satpam. Perusahaan pun melaporkan pada kepolisian. Kepada hakim, Samirin mengaku melakukan hal itu karena membutuhkan uang untuk membeli rokok.

Apabila kita hanya melihat dasar yuridis saja, maka apa yang terjadi dalam kasus tersebut tidaklah keliru apabila kakek Samirin harus menempuh proses hukum dikarenakan dalam Pasal 362 KUHP bahwa barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum disebut pencurian.

Alih-alih mengutamakan penegakan hukum demi tercapainya kepastian hukum, di sisi lain menimbulkan sebuah pandangan yang aneh berkaitan sistem hukum yang ada di Indonesia. 

Begitu kakunya hukum di Indonesia sehingga hanya kepastian hukum saja yang diutamakan, padahal rasa keadilan tentu juga sangat harus diperhatikan dalam menyelesaikan setiap perkara. Hal inilah yang kemudian membentuk sebuah moralitas hukum yang sangat kaku dan rigid seolah tidak ada keluesan yang dimilikinya. Apakah hal ini kita anggap sebagai suatu kemajuan dalam hukum Indonesia? 

Atau justru malah mencirikan sebuah kemunduran karena ternyata pada hakikatnya hukum kita tidaklah luwes dan bisa menanggulangi permasalahan-permasalahan yang lebih kompleks ke depan padahal masalah yang kompleks tersebut adalah sebuah masalah yang sangat sederhana seperti kasus kakek Sarimin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun