Tetangga saya, sebut saja pak Haji Mude. Pagi-pagi sudah berada di salah satu bank. Dia bermaksud menarik uang tabungannya. Namun, sebagai nasabah bank, dia merasa kesal karena seolah-olah dirinya dipermainkan petugas bank (baca teller).
Awalnya, pak haji mau ambil uang via teller Rp500 juta. Kata teller bank, kalau mau ambil uang sebanyak itu, harus konfirmasi dulu. Tidak boleh mengambil uang sebanyak itu secara mendadak.
Rupanya pak haji baru tahu aturan itu. Dia lantas mengurangi besaran permintaannya, Rp250 juta. Tetapi dengan jumlah inipun pihak bank tidak memberikan. Pak haji hanya menarik napas panjang.
Kali ini pak haji mengajukan jauh lebih rendah lagi, Rp100 juta. Tapi teller tetap menolak memberikan. Pikir pak haji, apa boleh buat, dari pada pulang bawa tangan kosong, lebih baik minta Rp50 juta saja. Meskipun jumlah permintaan uang itu sudah dianggap kecil, tapi petugas bank tetap bersikukuh tidak mengabulkan permintaan lelaki tua itu.
Tensi pak haji pun mulai naik. Marah dan menggebrak meja teller. "Kenapa saya di persulit begini sie? Saya kan ambil uang saya sendiri," ujarnya dengan nada tinggi.
Dengan senyum manis teller bank itu menjelaskan kepada pak haji. "Maaf pak haji, bukan kami mempersulit, tapi saldo tabungan bapak tidak mencukupi, karena saldonya hanya lima puluh ribu rupiah," jelas teller cantik itu.
Pak haji hanya melongo, lalu angkat kaki tinggalkan kantor bank. Di perjalanan sambil membuka kopiah putihnya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Entah apa yang ada dalam benak pak haji. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H