Sayup-sayup kecil aku mendengar rima bergeming
Yang menandakan kelahiran bayi mungil di muka bumi
Arah tak berarah, syair tak menyentil
Hari menjadi berlalu dalam bingkaian memori diorama
Rasanya langit ingin meneriakinya sebuah rahasia
Ingin rasanya bayi mungil mencolek diorama
Niscaya gelak tawanya menjadi membahana
Di entah hari ke berapa ribu, hujan membasahi tubuhnya
''Rasakan anak kecil, kau menjadi basah kuyup!'', kata hujan
Angin berhembus menggigilkan tubuhnya, ia menangis iba
Zaman yang mengubahnya menjadi lelaki bijaksana
''Aku mencintaimu!'', begitu Diorama berujar
Ia menulis lewat syair menyampaikan rasa rindunya
Nilam sudah berganti rupa, namun rima masih gagah menebas asa
''Aaku Diorama, dan aku mencintaimu!
Lantas aku harus bagaimana, Tuan?'' aku sesak menahan rasa
Apakah menjadi dewasa begitu rumit?
Kali ini saja kumohon jadilah lelaki bijaksana
Maukah kau tidak memantik gelora sumbu hati, wahai Tuan?
Aminkan itu semua jika engkau memang bersedia
Lalu bicaralah padaku, supaya aku bisa pergi
Hujan juga jatuh ke bawah tetapi rintiknya tersangkut di dahan pepohonan
Antaranya bahkan tak mengucapkan salam perpisahan
Rintik itu rindu hujannya, Tuanku. Seperti itulah Diorama
A_langkah baiknya kau menjadi yang demikian itu
Hingga nanti ketika Diorama sudah letih sendiri
Air matanya bahkan enggan jatuh lagi
Pun begitu, katakan padanya, Tuanku.. bahwa rasa harus berhenti menggapai sukma