Perahu yang menurut keterangan di papan informasi berusia sekitar 125 tahun itu terlihat seperti bukan perahu biasa. Ternyata perahu itu adalah milik Syaikhona Kholil Bangkalan, mahaguru dari para ulama Nusantara. Tidak hanya itu, sejarah keberadaan perahu tersebut lebih menarik lagi. Suatu ketika Syaikhona Kholil meminta seorang pembuat perahu untuk membuatkan perahu untuknya yang akan dijadikan hadiah bagi istrinya Nyai Hj. Siti Aminah.
Sang tukang perahu di daerah itu bernama Mang Molin yang diberi tugas untuk membuatnya, saat didatangi sedang dalam keadaan sakit. Mengetahui keadaannya, Syaikhona Kholil menawarkan bantuan untuk mengobatinya dengan syarat jika sembuh segera membuatkan perahu yang dimaksud, Mang Molin pun menyanggupi. Setelah diobati, atas izin Allah SWT seketika itu juga Mang Molin sembuh dari penyakitnya dan keesokan harinya mulai mengerjakan perahu pesanan Syaikhona Kholil.
Setelah dikerjakan dengan waktu 40 hari yang terhitung sangat singkat, Syaikhona Kholil mengadakan tasyakur dengan mengundang tiga ratus orang. Kemudian tibalah saatnya mendorong perahu itu ke laut. Sebanyak tiga ratus orang yang hadir tersebut berusaha mendorongnya, namun sama sekali tak mampu membuat perahu itu bergerak. Akhirnya datanglah Syaikhona Kholil, dan dengan tongkatnya mendorong perahu itu. Mengherankan, Sarimuna akhirnya perlahan mulai bergerak dan berhasil didorong ke laut.
Perahu Sarimuna digunakan oleh Syaikhona Kholil untuk berlayar ke sejumlah daerah di Nusantara, diantaranya ke Pontianak hingga Singapura. Pelayaran ke Pontianak yang oleh perahu mesin membutuhkan waktu 3-4 hari hanya ditempuh oleh Perahu Sarimuna dalam waktu sehari semalam menggunakan layar yang mengandalkan kekuatan angin.
Selain itu, banyak cerita yang beredar di masyarakat tentang keistimewaan perahu Sarimuna. Dikisahkan juga suatu saat seorang warga jatuh sakit yang parah, kemudian seorang kerabatnya bermimpi Golekan (boneka-red) Sarimuna. Dari mimpi tersebut diketahui bahwa warga yang sakit itu sempat mengambil kayu yang berasal dari perahu itu. Setelah kayu tersebut dikembalikan, warga itupun sembuh dari penyakitnya.
Atas cerita turun temurun tentang perahu milik ulama besar itu, hingga kini diadakan pengajian setiap hari Kamis sore oleh masyarakat di sekitar tempat perahu itu berada.
Selain perahu berukuran panjang 14,5 M dan lebar 4,65 M, peninggalan Syaikhona Kholil di daerah itu juga berupa rumah, mushola, dan sebuah pondok terbuka yang hingga kini masih terawat, dan dianggap oleh masyarakat sekitar sebagai peninggalan bersejarah yang bertuah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H