Istilah literasi digital dicetuskan oleh pengamat ilmu komputer Amerika, Paul Gilster, yang kemudian menggunakan istilah tersebut sebagai istilah baku dalam bukunya (1997) Digital Literacy. Menurut Paul Gilster (1997), literasi digital adalah kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital untuk memperoleh, mengevaluasi, mengintegrasikan, menciptakan, dan berkomunikasi dengan informasi secara efektif, untuk mencapai tujuan pribadi, sosial, pendidikan, dan profesional. Dalam konteks lain, literasi digital tidak hanya berarti kemampuan untuk menggunakan komputer untuk menulis dan membaca seperti dalam konteks literasi umum, melainkan sebuah keterampilan dasar dalam penggunaan dan produksi media digital, pemrosesan dan pemanfaatan informasi, partisipasi dalam jejaring sosial untuk berkreasi dan berbagi pengetahuan, dan berbagai keterampilan komputasi profesional (Tour, 2015).
Dalam pemaknaan budaya (culture), Koentjaraningrat menjelaskan bahwa hal tersebut berasal dari kata Sansekerta: buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi, yang berarti roh atau abadi. Koentjaraningrat menyatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan dan perasaan, tindakan dan karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan sosialnya dan menjadi miliknya melalui belajar (Koentjaraningrat, 1996). Sedangkan menurut Levi-Strauss, budaya adalah sistem simbolik yang digunakan oleh manusia untuk memberikan arti pada dunia sekitar dan diri mereka sendiri, melalui bahasa, mitos, dan simbol-simbol lainnya. Jika dilihat dari sudut pandang yang lebih sempit, budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan ciri-ciri dan pola perilaku yang khas dari suatu kelompok manusia, seperti suku, bangsa, atau komunitas tertentu. Budaya dalam arti lebih sempit ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti adat istiadat, kepercayaan, bahasa, makanan, busana, seni rupa, dan lain sebagainya, yang membedakan kelompok manusia tersebut dari kelompok manusia lainnya.
Urgensi Literasi Digital terhadap Pengenalan Warisan Budaya
Di era digitalisasi seperti sekarang ini, kemampuan literasi digital sangat penting dalam berbagai aspek, salah satunya dalam memperkenalkan dan mengapresiasi warisan budaya yang ada di Indonesia. Perkembangan teknologi yang pesat memberikan dampak yang signifikan terhadap kehidupan manusia dalam berbudaya, hal ini tentunya menjadikan literasi digital sangat penting dalam proses pewarisan budaya Indonesia kepada masyarakat.
Melalui media digital, individu dapat memperoleh informasi mengenai berbagai warisan budaya yang ada di berbagai daerah di Indonesia maupun di luar negeri. Misalnya, individu dapat mengakses situs web museum atau galeri seni yang menyediakan koleksi online, atau dapat mempelajari tarian, musik, dan cerita rakyat dari berbagai daerah melalui video atau podcast. Selain itu, literasi digital juga dapat membantu dalam mempertahankan dan melestarikan warisan budaya.
Upaya Penerapan Literasi Digital dalam Pengenalan Warisan Budaya
Perkembangan teknologi yang pesat, serta digitalisasi dan globalisasi berdampak besar pada aspek kehidupan masyarakat, termasuk kebudayaan. Keanekaragaman jenis budaya yang menjadi warisan budaya harus diakui, dilestarikan dan dilindungi. Sebagai generasi yang menjadi tombak utama dalam pengenalan warisan budaya melalui literasi digital, tentu kita harus mengambil peran besar dalam keberhasilan segala upaya yang dilakukan. Terdapat beberapa upaya yang dapat dilakukan, antara lain:
Meningkatkan Akses Informasi
Salah satu tantangan utama dalam mempertahankan dan melestarikan warisan budaya adalah keterbatasan akses informasi. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan akses informasi mengenai warisan budaya yang ada. Pemerintah dan lembaga-lembaga terkait dapat membangun situs web atau aplikasi yang menyediakan informasi terkait warisan budaya, serta menyebarkan informasi tersebut melalui media sosial.
Menyelenggarakan Kegiatan-kegiatan Pendidikan dan Pameran Budaya