Dan pada akhirnya, setelah sang fajar terbit dari timur menyinari kolong langit buatan tuhan ini, acara akan di tutup oleh seorang yang telah ditugaskan oleh perangkat adat. Seperti pada acara sebelumnya, penutupan ini juga menampilkan tarian pisau yang di hibur oleh pukulan gendang. Kinia atau seorang yang ditugaskan untuk menutup gendang hendak bersiap sebagai tanda selesainya pesta adat tahunan ini, hendak bersiap menunggu Parabela sebagai pimpinan adat tertinggi yang datang di balai pertemuan itu (Baruga). setelah pimpinan yang telah ditunggu itu tiba, ia meminta izin dan bergegas kembali kerumahnya untuk mengganti pengikat kepalanya (kampurui) dengan menggunakan kain putih yang sangat panjang terurai. Sebelum hendak bergegas menutup acara, terlebih dahulu dikediamannya ia bermunajat dan membaca do’a. Setelah itu dia berdiri meninggalkan tempat duduknya dan putera laki-lakinya harus kembali duduk di tempat ia bermunjat tadi. Saat hendak menuju ketempat penutupan yakni tepat di depan balai pertemuan (baruga) tersebut, tidak ada satupun yang berani melintas di hadapannya. Dalam keadaan apapun seseorang pasti akan bergegas pergi ketika melihat orang tua ini (kinia) yang akan lewat. Konon katanya bagi siapa yang menghalangi atau melintas didepanya bisa saja terjadi gangguan secara gaib yang dapat berakibat fatal. Setibanya di tempat kegiatan, ia kembali memainkan parangnya dengan waktu yang tidak begitu lama, dan setelah itu berdiri di depan gendang, berdoa dan menutup sebagai tanda setahun lagi pesta ini akan dirayakan.
Inilah sala satu kekayaan tersisa yang dimiliki oleh masyarakat Rongi sebagai bagian dari satu-satunya rumpun asli lapandewa yang berada di kecamatan Sampolawa Buton Selatan. Memang terlihat kampungan, tetapi menjaga kelestarian budaya lebih baik demi mempertahankan kampung halaman agar tetap kokoh dengan adat istiadat yang selalu di junjung tinggi. Ancaman modernisasi yang dapat menghapus budaya hingga kini masih tersimpan rapi di Desa Sandang Pangan (Rongi) yang insyah Allah tak akan pernah terkikis oleh zaman.