Malam menutup matanya,
saat tanganmu yang luka itu,
kubasuh dengan tanganku yang lepuh,
menggenggam erat jarimu.
Biarkan hujan turun,
dan aku akan menghirupmu dalam udara,
namun di setiap tarikannya, kucium aroma luka, lalu harus ku apakan luka itu?
Kubiarkan rintik itu jatuh di dadaku, dengan tangan yang terbuka, peluk dan hangatkan aku, dengan cahayamu.
Aku selalu bertanya padamu,
buat apa percaya takdir? lebih baik tak ada pilihan, karena semua kehendak tuhan.
Apa kau ingat saat aku menemukanmu? di mana tubuh lesumu menungguku? Â Kudaki wajahmu, kucumbu bibir itu, dan lidah kita berpelukan, sebagai tanda perpisahan.
Lalu, buat apa lagi percaya takdir? lebih baik tak ada pilihan, karena semua kehendak tuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H