Desa Balun terletak di Kecamatan Turi, Lamogan, Jawa Timur. Sekitar dua kilometer dari pusat Kota Lamongan. Desa ini mendapat julukan "Desa Pancasila", karena di sini hidup rukun tiga  agama yaitu Islam, Kristen, dan Hindu selama puluhan tahun. Tempat ibadahnya saling berdekatan satu dengan lainnya.
Sejarah Singkat Desa Balun
Asal mula Desa Balun berasal dari keberadaan seorang tokoh atau sesepuh yang bernama Mbah Alun. Beliau adalah seorang cendikiawan muslim yang dikenal sebagai Sunan Tawang Alun I atau Mbah Sin Arih. Konon adalah Raja Blambangan bernama Bedande Sakte Bhreau Arih yang bergelar Raja Tawang Alun I yang lahir di Lumajang tahun 1574 dan wafat sekitar tahun 1654 Masehi. Dia merupakan anak dari Minak Lumpat yang menurut buku babat sembar adalah keturunan Lembu Miruda dari Majapahit (Brawijaya). Mbah Alun belajar mengaji di bawah asuhan Sunan Giri IV (Sunan Prapen). Beliau merupakan orang yang ditugaskan para Wali untuk menyebarkan Agama Islam di kawasan yang saat ini dinamakan Desa Balun, Lamogan dan sekitarnya.
Mbah Alun sendiri dikenal sebagai sosok yang cerdas dan memiliki pengetahuan tinggi tentang agama. Selain itu ia merupakan orang yang terkenal memiliki sifat toleransi yang tinggi terhadap sesama manusia, budaya, agama, dan perbedaan lainnya. Oleh sebab itu namanya diabadikan sebagai Desa Balun yang kemudian dikenal saat ini.
Asal Muasal Desa Pancasila
Sekitar tahun 1967, masuknya paham agama Kristen dan Hindu tidak bisa dilepaskan dari peristiwa pemberontakan G 30S PKI. Berawal dari pembersihan orang-orang yang terindikasi dan terlibat PKI sehinga terjadi kekosongan perangkat desa pada saat itu. Pak Batih merupakan prajurit yang ditunjuk menjadi pejabat sementara di Desa Balun. Beliau adalah tokoh sentral penyebaran Agama Kristen di desa ini. Selain itu di waktu yang bersamaan, Â juga masuk pembawa ajaran agama Hindu yang datang dari desa sebelah yaitu Plosowayuh. Adapun tokoh sesepuh Hindu adalah bapak Tahardono Sasmito.
Masuknya kedua ajaran agama ini tidak sama sekali menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Hal itu disebabkan kondisi sosial di Desa Balun yang unik dan tingkat toleransi masyarakat yang tinggi. Setiap perpindahan keyakinan sangat lumrah terjadi. Orang yang berpindah keyakinan biasanya tanpa paksaan dan lebih kepada ketertarikan masing-masing individu, atas ajaran tersebut. Karena kedewasaan itu, sendi-sendi kehidupan di sana sangat selaras, rukun dan harmonis, sehingga desa ini dijuluki Desa Pancasila.
Pluralitas Desa Balun
Secara umum, sekitar 75% masyarakat yang ada di Desa Balun adalah pemeluk agama Islam, 18% agama Kristen dan 7% agama Hindu. Selain tempat ibadah yang berdekatan, hal menarik yang patut diteladani yaitu kerukunannya. Ketika umat muslim sedang melaksanakan peribadatan dan perayaan hari besar, para remaja Kristen dan remaja Hindu membantu pengamanan ibadah, biasanya menjaga motor atau mobil yang terparkir di halaman Masjid. Begitupun sebaliknya, ketika umat Kristen dan Hindu sedang merayakan peribadatan atau perayaan hari besarnya, umat Islam hanya membunyikan speaker dalam untuk pengajian terkecuali adzan dan menjaga keamanan dan ketertiban di sekitar. Â
Setiap program atau kebijakan yang dicanangkan oleh Kepala Desa dilaksanakan dengan bergotong-royong tanpa memandang keyakinan satu sama lain. Kolaborasi menjadi semangat penting pembangunan di desa ini. Tercatat sangat minim sekali konflik yang terjadi antar umat beragama di Desa Balun.
Menurut penuturan dari Bapak Khusyairi selaku Kepala Desa Balun saat ini, "Konflik yang terjadi di desa ini hanya pada ranah media sosial, misalnya Facebook. Beberapa kali terjadi hal sepeti itu, tetapi kami punya formulasi jitu untuk mengatasinya. Setiap ada ketegangan yang terjadi di media sosial, biasanya antar remaja tentu saja kami langsung memanggil orang-orang yang bersitegang untuk berdialog mengundang pemuka agama dan orang tua  dari masing-masing orang tersebut, dan alhamdulillah sampai saat ini semuanya bisa terselesaikan dengan baik."
Setiap bulannya di desa ini juga rutin diadakan ngopi bareng pemuka agama, baik Islam, Kristen dan Hindu. Upaya ini dilakukan semata-mata untuk mempererat hubungan antar umat beragama. Selain membicarakan tentang kondisi masyarakat Balun, para pemuka agama ini juga sering berkelakar sambil diskusi tentang kondisi perpolitikan yang menghangat akibat isu SARA yang belakangan ini menjadi polemik di berbagai media nasional. Program ngopi bareng ini terbukti ampuh, menjadi sarana perekat persatuan dan kecintaan mereka terhadap negeri.