Game online sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan remaja saat ini. Menurut survei terbaru, tiga dari empat remaja Indonesia bermain game online setiap hari. Rata-rata, mereka menghabiskan waktu 4 jam sehari untuk bermain game. Kebiasaan ini tentu menimbulkan kekhawatiran di kalangan guru dan orang tua, terutama ketika mulai mengganggu kegiatan belajar.
Dampak game online terhadap pendidikan memang nyata. Penelitian di lima kota besar Indonesia menunjukkan bahwa siswa yang bermain game lebih dari 5 jam sehari cenderung mengalami masalah di sekolah. Mereka sering terlambat masuk kelas, nilai mereka menurun, dan beberapa bahkan berisiko putus sekolah. Namun, penting untuk diingat bahwa game online bukan satu-satunya penyebab masalah pendidikan. Faktor lain seperti masalah ekonomi keluarga dan kualitas sekolah juga berperan besar.
Game online tidak selalu buruk. Bermain game 1-2 jam sehari justru bisa membantu anak mengembangkan kemampuan memecahkan masalah dan meningkatkan koordinasi. Beberapa game edukasi bahkan membantu siswa belajar mata pelajaran tertentu dengan cara yang menyenangkan. Yang menjadi masalah adalah ketika waktu bermain tidak terkendali.
Lalu, apa solusinya? Melarang game online secara total bukanlah jawaban yang tepat. Ini seperti melarang anak menonton TV - sulit dilakukan dan bisa membuat anak mencari cara sembunyi-sembunyi untuk bermain. Yang diperlukan adalah pendekatan yang lebih masuk akal dan bisa diterapkan.
Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:
Pertama, batasi waktu bermain dengan aturan yang jelas. Misalnya, anak boleh bermain game setelah mengerjakan PR, dan hanya maksimal 2 jam sehari. Korea Selatan sudah menerapkan aturan yang melarang anak di bawah 16 tahun bermain game online lewat tengah malam. Hasilnya cukup baik - kasus kecanduan game menurun 30% dalam dua tahun.
Kedua, sekolah perlu mengajarkan siswa cara menggunakan teknologi dengan bijak. Ini bisa dimasukkan dalam pelajaran atau kegiatan ekstrakurikuler. Siswa perlu tahu cara mengatur waktu dan mengenali tanda-tanda kecanduan game.
Ketiga, orang tua harus lebih aktif mengawasi dan mendampingi anak. Ini bukan berarti melarang total, tapi membantu anak membuat jadwal yang seimbang antara bermain game, belajar, dan kegiatan lain. Orang tua juga perlu memberi contoh penggunaan gadget yang baik.
Keempat, perusahaan game perlu ikut bertanggung jawab. Mereka bisa menambahkan fitur yang mengingatkan pemain untuk istirahat setelah bermain satu jam, atau sistem yang membatasi waktu bermain untuk anak-anak.
Kelima, pemerintah bisa membuat aturan yang melindungi anak-anak, seperti sistem verifikasi umur yang lebih ketat untuk game tertentu. Namun, aturan ini harus masuk akal dan bisa diterapkan.