"Pak Dimas?" sebuah suara mengejutkannya. Deni berdiri di belakangnya dengan wajah bingung. "Bapak... ada di buku tahunan ini?"
Sejenak Pak Dimas terdiam. Mungkin ini saatnya untuk berbagi cerita yang selama ini dia simpan. "Ya, Deni. Lima belas tahun yang lalu, Bapak adalah siswa di sekolah ini. Siswa yang dikeluarkan karena terlalu nakal dan tidak pernah memperhatikan pelajaran matematika."
Mata Deni membulat tidak percaya. "Tapi... tapi Bapak kan guru matematika terbaik yang pernah saya kenal!"
Pak Dimas tersenyum. "Justru karena itulah Bapak kembali ke sini. Untuk membuktikan bahwa setiap orang bisa berubah, setiap orang berhak mendapat kesempatan kedua. Dan yang paling penting, untuk membantu siswa-siswa sepertimu menemukan potensi terbaik dalam diri kalian."
Deni terdiam, matanya berkaca-kaca. "Makanya Bapak selalu sabar mengajari saya? Padahal saya sering tidak mengerti-mengerti..."
"Karena Bapak tahu rasanya berada di posisimu, Deni. Dan percayalah, jika Bapak bisa berubah, kamu juga pasti bisa."
Sejak hari itu, kisah Pak Dimas menjadi legenda di SMA Nasional. Cerita tentang siswa nakal yang kembali sebagai guru teladan, membawa pesan bahwa tidak ada kata terlambat untuk berubah, dan bahwa setiap orang pantas mendapat kesempatan kedua.
Dan setiap kali Pak Dimas berdiri di depan kelas, mengajar dengan penuh semangat dan kesabaran, dia tidak hanya mengajarkan matematika. Dia mengajarkan tentang harapan, tentang perubahan, dan tentang kekuatan untuk bangkit dari kegagalan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H